Skandal Tanah MIN 5 Aceh Utara: Dugaan Pemalsuan dan Pemaksaan Tanda Tangan Cederai Masyarakat Sangkelan


author photo

22 Apr 2025 - 13.35 WIB


Sangkelan, 22 April 2025 – Desa Sangkelan, Kecamatan Banda Baro, Aceh Utara diguncang oleh peristiwa yang memalukan dan mencoreng wajah pemerintahan gampong. Seorang oknum Tuha Peut diduga memaksa wakil Tuha Peut menandatangani surat klarifikasi kepada Kementerian Agama Aceh Utara dan Camat Banda Baro, terkait asal usul dan akta tanah pembangunan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Aceh Utara. Padahal, surat tersebut sebelumnya telah melalui prosedur administrasi yang sah.

Ironisnya, pengesahan surat tanah sekolah yang kini berdiri di atas lahan sengketa itu diduga dilakukan tanpa musyawarah dengan pemilik tanah yang sah. Bahkan, tercium dugaan pemalsuan dokumen oleh oknum Penjabat (Pj) Geuchik Sangkelan bersama sejumlah pihak dari Muspika Kecamatan Banda Baro.

Padahal, berdasarkan dokumen otentik, tanah tersebut tidak pernah diwakafkan untuk sekolah maupun lapangan sepak bola. Pemilik sah tanah tersebut, yang masih memegang bukti kepemilikan legal, menaruh kecurigaan serius terhadap Geuchik tahun 2012, Pj Geuchik saat ini, serta Muspika, yang diketahui telah menerima surat somasi (teguran 1) pada 10 Maret 2025. Somasi tersebut dikirim oleh Yayasan Advokasi Rakyat Aceh kepada Kementerian Agama RI, Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, Kemenag Aceh Utara, hingga Kepala Sekolah MIN 5 Aceh Utara.

Upaya pemilik tanah untuk mencari solusi secara baik-baik melalui jalur somasi dan musyawarah justru diabaikan. Hingga kini, tidak ada iktikad baik dari pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan sengketa ini secara adil. Bahkan, surat wakaf yang dikeluarkan oleh KUA Dewantara tahun 1985 dan KUA Banda Baro tahun 2012 dipertanyakan keabsahannya, karena tidak pernah melibatkan pemilik sah tanah.

Yang lebih mengejutkan, wakil Tuha Peut yang meminta diadakannya musyawarah khusus demi mencari kejelasan dan solusi, justru mendapat penolakan. Fakta-fakta hukum dimanipulasi, dan surat menyurat dilakukan tanpa mematuhi prosedur yang berlaku.

Ahli waris pemilik tanah menegaskan niat baik keluarga untuk meluruskan kesalahan administrasi dan memperjuangkan cita-cita almarhum orang tua dan kakek mereka, yakni mendirikan sebuah dayah di atas tanah tersebut. Namun, impian itu kini terhalang oleh permainan kekuasaan dan pengabaian hukum.

Masyarakat berharap, seluruh aparatur desa—dari Imum Gampong, Sekdes, Tuha Peut, hingga Kepala Dusun—kembali menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanah. Tidak ada lagi fitnah dan penyalahgunaan wewenang, demi kebaikan bersama dan keselamatan dunia akhirat.

Saat berita ini dilayangkan pewarta media ini belum bisa mengkonfirmasi pihak terkait terkait hal diatas. (A1)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT