"

Skandal RS Arun: Pekerja Diabaikan Bertahun-tahun, Upah Dipermainkan, Hak Dilucuti!


author photo

29 Apr 2025 - 12.13 WIB


Lhokseumawe – Aroma ketidakadilan kembali tercium tajam dari Rumah Sakit Arun. Sejumlah tenaga kerja yang telah mengabdi sejak 2017 mengungkap praktik semena-mena yang mereka alami selama bertahun-tahun. Tanpa perlindungan hukum yang layak, mereka hanya berpegangan pada Surat Keputusan (SK) dari direktur saat itu, tanpa kontrak kerja formal dan hak normatif yang seharusnya dijamin undang-undang, Salasa (29 April 2025). 

Ironisnya, RS Arun baru mendaftarkan mereka sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan pada 2020 tiga tahun setelah mereka mulai bekerja. Akibatnya, para pekerja kehilangan hak atas jaminan sosial selama masa kerja sebelumnya, padahal perlindungan tersebut merupakan kewajiban mutlak pemberi kerja.

Tak berhenti di situ, dugaan manipulasi data pengupahan pun mencuat. Dalam laporan resmi ke BPJS Ketenagakerjaan, tercatat bahwa upah pekerja sebesar Rp3.685.616. Namun kenyataannya, para pekerja hanya menerima Rp2.372.576 per bulan selisih lebih dari satu juta rupiah. Jumlah tersebut sudah termasuk potongan iuran BPJS Kesehatan, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp147.424.

Praktik ini bukan hanya melanggar hak dasar pekerja, tetapi juga membuka kemungkinan adanya rekayasa administrasi yang merugikan tenaga kerja dan mencederai prinsip transparansi. Para korban kini menuntut tanggung jawab penuh dari RS Arun, termasuk pembayaran hak-hak yang selama ini diduga telah dilucuti secara sistematis.

Dalam upaya mencari kejelasan, wartawan media ini mencoba menghubungi BPJS Ketenagakerjaan. Namun respons yang diterima justru menambah tanda tanya. Melalui pesan WhatsApp, pihak BPJS menyarankan agar pekerja datang langsung ke kantor cabang Lhokseumawe untuk mencocokkan data kepesertaan. Jika ditemukan ketidaksesuaian, barulah disarankan melapor ke Dinas Tenaga Kerja.

Pernyataan ini dianggap janggal, mengingat seluruh data kepesertaan dapat diakses secara mandiri oleh pekerja melalui aplikasi JMO. Kesan adanya pembiaran atau bahkan potensi kongkalikong antara BPJS dan manajemen RS Arun pun tak terelakkan.

Kasus ini menjadi alarm keras bahwa pengawasan terhadap institusi pelayanan publik harus diperketat. Pemerintah kota Lhokseumawe tidak boleh abai. Para pekerja RS Arun adalah tulang punggung pelayanan kesehatan, bukan objek eksploitasi. Publik kini menanti tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan otoritas terkait untuk mengusut tuntas skandal ini dan memulihkan hak-hak para korban.(A,1)
Bagikan:
KOMENTAR