Minimnya Sekolah, Pendidikan Terabaikan


author photo

23 Apr 2025 - 19.51 WIB



(Aktivis Muslimah Universitas Mulawarman)

Ribuan lulusan Sekolah Dasar (SD) di Balikpapan menghadapi krisis akses pendidikan. Dari 16 ribu siswa, hanya 6 ribu yang bisa masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri, sementara 9 ribu lainnya harus mencari sekolah swasta atau alternatif lain. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Aminuddin, menyebut ini sebagai kondisi darurat yang butuh penanganan serius dan berkelanjutan.
Aminuddin mendorong peningkatan kualitas sekolah swasta dan pembangunan SMP baru tiap tahun. Ia mengajak Pemerintah Kota menggandeng Pemerintah Provinsi lewat bantuan keuangan dan melibatkan sektor swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Pemerataan sekolah, transparansi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan perluasan beasiswa juga jadi sorotannya. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak demi pendidikan Balikpapan (Balikpapan Pos 14/04/25).
Akibat Minimnya Akses Pendidikan
Minimnya akses pendidikan lanjutan di Indonesia saat ini mencerminkan bagaimana pendidikan semakin terpinggirkan dalam prioritas kebijakan negara. Fenomena ini menjadi cerminan dari dampak sistem kehidupan kapitalistik, di mana negara tidak lagi berfungsi sebagai penanggung jawab utama dalam pemenuhan hak dasar warga negara, termasuk hak atas pendidikan. Bahkan, dalam hal penyediaan fasilitas dasar seperti sekolah dan ruang belajar pun, peran negara terlihat sangat terbatas.
Dalam kerangka kapitalisme, tanggung jawab penyediaan pendidikan tidak sepenuhnya dibebankan oleh negara. Sebaliknya, negara mendorong keterlibatan pihak ketiga seperti swasta dan perusahaan, untuk turut berkontribusi dalam menyediakan layanan pendidikan. Padahal, pendidikan sejatinya adalah hak warga yang harus dijamin penuh oleh negara, bukan diserahkan pada pihak yang memiliki kepentingan profit atau pencitraan semata.
Sistem kapitalistik juga berdampak langsung pada terbatasnya anggaran pendidikan. Hal ini mengakibatkan kekurangan sarana dan prasarana, mulai dari kurangnya ruang kelas, sekolah baru, hingga fasilitas penunjang seperti laboratorium dan perpustakaan. Tak hanya itu, aspek penting lainnya seperti peningkatan kualitas guru, pengembangan kurikulum yang relevan, serta pembinaan karakter dan potensi pelajar juga kerap terabaikan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa krisis pendidikan yang dihadapi bangsa ini bukan hanya soal akses yang terbatas, tetapi juga memperlihatkan wajah pendidikan yang semakin kompleks dan buram. Pendidikan tidak lagi menjadi instrumen utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan sekadar layanan yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayar atau memiliki koneksi.

Islam Sebagai Solusi
Dalam sistem Islam, pendidikan merupakan hak dasar yang harus dijamin sepenuhnya oleh negara dan diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh warga negara, tanpa diskriminasi. Negara memiliki tanggung jawab mutlak untuk menyediakan layanan pendidikan mulai dari jenjang dasar hingga pendidikan tinggi. Biaya penyelenggaraan pendidikan ini sepenuhnya ditanggung oleh negara melalui institusi keuangan negara yang disebut Baitulmal.
Pendanaan sektor pendidikan dalam Sistem Islam diambil dari berbagai sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariat. Dua sumber utama yang menjadi andalan adalah pos fai dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah atau kepemilikan umum, seperti hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk hasil tambang dan kekayaan alam lainnya. Seluruh hasil dari pengelolaan kekayaan ini dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan vital masyarakat, termasuk pendidikan.
Jika pemasukan negara dari dua sumber tersebut mencukupi, maka negara tidak akan membebankan biaya apa pun kepada rakyat. Artinya, tidak ada pungutan, iuran, atau pembayaran dari individu atau keluarga untuk bisa mengakses pendidikan berkualitas. Namun, jika dalam kondisi tertentu harta di Baitulmal tidak mencukupi untuk membiayai pendidikan secara penuh, maka pembiayaan tersebut akan menjadi tanggung jawab umat Islam. Negara akan membebankan sebagian tanggung jawab ini kepada masyarakat Muslim yang mampu hingga kebutuhan tersebut terpenuhi.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam, hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan tidak bergantung pada ada atau tidaknya anggaran, tetapi pada kewajiban negara untuk menunaikan kemaslahatan rakyat. Negara tidak diperkenankan mengabaikan sektor pendidikan hanya karena alasan kekurangan dana, sebab menjamin pendidikan adalah bagian dari amanah kepemimpinan yang wajib ditunaikan.
Islam memandang bahwa terpenuhinya layanan pendidikan tidak boleh ditunda atau diabaikan hanya karena alasan keuangan. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam mewujudkan maslahah (kemaslahatan) umat, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:
Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam."(QS. Al-Anbiya: 107)
Ayat ini menegaskan bahwa keberadaan sistem pemerintahan dalam Islam, termasuk kebijakan pendidikannya, harus menjadi rahmat bagi seluruh manusia yakni memberikan manfaat nyata, menjaga kebutuhan dasar, dan mencegah ketidakadilan.
Selain itu, Allah SWT juga berfirman:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.(QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat ini menunjukkan betapa Islam memuliakan ilmu dan orang-orang yang menuntutnya, sehingga menjadi kewajiban negara untuk memfasilitasi proses pendidikan secara maksimal, tanpa mempersulit aksesnya dengan beban biaya.
Dengan demikian, dalam Sistem Islam pendidikan bukan hanya sebuah kewajiban sosial, tetapi juga manifestasi dari amanah kepemimpinan dan bentuk nyata perlindungan negara terhadap hak-hak rakyatnya. Negara tidak hanya dituntut menyediakan pendidikan secara gratis, tetapi juga memastikan kualitasnya melalui kurikulum berbasis akidah Islam, guru yang kompeten, dan sarana-prasarana yang memadai.
Bagikan:
KOMENTAR