Miliaran Uang Rakyat Ludes untuk Dinas, Makan, dan Honor: BPKD Simeulue Pesta di Tengah Derita Publik?"


author photo

22 Apr 2025 - 22.41 WIB


Simeulue — Di tengah berbagai kesulitan ekonomi yang masih mendera masyarakat, sebuah ironi justru terpampang terang dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Simeulue tahun 2024. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Simeulue—lembaga yang semestinya menjadi benteng efisiensi dan akuntabilitas fiskal—malah menjadi sorotan tajam karena diduga mengalokasikan anggaran jumbo untuk kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan publik, Selasa (22 April 2025).

Berdasarkan data yang beredar, BPKD menganggarkan dana fantastis untuk belanja perjalanan dinas sebesar Rp1.822.076.000. Nilai ini dianggap tidak masuk akal, mengingat urgensi perjalanan dinas dalam konteks pengelolaan keuangan daerah kerap menjadi perdebatan: apakah itu benar-benar kebutuhan, atau sekadar “jalan-jalan dinas” dengan dalih tugas?

Tak berhenti di sana, anggaran untuk belanja makanan dan minuman pun tak kalah mencengangkan, yakni mencapai Rp648.150.000. Pertanyaan menggelitik pun muncul: makanan jenis apa yang disajikan, dan untuk siapa saja? Jika dihitung rata-rata per bulan, anggaran konsumsi ini menembus lebih dari Rp50 juta—cukup untuk memberi makan ratusan keluarga miskin.

Namun, yang paling mencolok adalah pos honorarium dan jasa, dengan total anggaran yang mencapai Rp2.074.550.000. Pos ini kerap kali menjadi “ladang basah” dalam birokrasi, karena sering tidak disertai dengan rincian jelas terkait siapa penerima, berapa besarannya, dan jasa apa yang dimaksud. Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, alokasi seperti ini sangat rentan disalahgunakan atau bahkan dimanipulasi.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang arah kebijakan anggaran di Kabupaten Simeulue. Ketika rakyat masih kesulitan mengakses layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, BPKD justru terkesan sedang "berpesta pora" menggunakan uang negara.

Prioritas keliru? Fakta ini menunjukkan bahwa orientasi anggaran tampaknya lebih condong kepada kenyamanan aparatur birokrasi ketimbang menjawab kebutuhan mendesak masyarakat. Alih-alih menjadi motor penghematan dan efisiensi, BPKD justru terperosok dalam praktik belanja konsumtif yang tidak sensitif terhadap realita sosial.

Transparansi atau justru pemborosan terselubung? Saat kepercayaan publik terhadap institusi negara makin tergerus, tindakan seperti ini hanya akan memperkuat stigma bahwa APBD lebih banyak dinikmati elite birokrat ketimbang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Masyarakat berhak tahu ke mana uang mereka dialirkan. Sudah saatnya praktik-praktik penganggaran yang tidak berpihak pada rakyat dihentikan. BPKD Simeulue harus menjelaskan: untuk siapa mereka bekerja untuk publik, atau untuk diri sendiri?

Saat dikonfirmasi dengan para pihak terkait hal diatas belum ada respon apapun kepada pewarta media ini, hingga berita ini dilayangkan.(Ak)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT