Oleh : dr. Nur Aznizah (Aktivis Muslimah)
Bersimbah darah, bidikan tajam dan dentuman suara ledakan memenuhi atmosfer hari Iedul Fitri umat Islam di Palestina. Jauh dari makna hakiki 'Hari Kemenangan' setelah sebulan memenuhi seruan puasa, serangan kejam di labuhkan saat sholat Lebaran hingga setidaknya menewaskan 35 orang.
Pasca genjatan senjata, Zionis kembali menampakkan pengkhianatan, karakter yang sejak silam merupakan wajah asli bangsa ini. Tercatat 900 nyawa syahid setelah dimulainya kembali serangan Zionis Yahudi pasca genjatan senjata tersebut. Perilaku tak berkemanusiaan, bahkan serangan serentak dilakukan di kamp pengungsian Khan Younis di Gaza selatan hingga di Kota Gaza dan kamp pengungsian Jabalia di Gaza utara. Zionis Yahudi juga dilaporkan menyerbu rumah di Hebron, Tepi Barat. Mereka menduduki, mendobrak pintu dan menggeledah tempat tinggal.
Biadab tak berbatas, sejak 2 Maret 2025, Israel telah memblokade penuh Jalur Gaza dengan menutup semua penyeberangan dan mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, medis dan bantuan.
Pasar hampir kosong, diikuti biaya barang yang tersisa semakin melonjak. Hal ini idak mungkin bagi warga Palestina untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terutama makanan. Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan wilayah itu telah memasuki fase pertama kelaparan karena blokade yang terus berlanjut dan penghalangan bantuan kemanusiaan.
Bukan hal baru bagi umat Islam di jalur Gaza, sedari Oktober 2023 serangan membabi buta telah melayangkan 50.200 jiwa ternyata hanyalah setitik rangkaian panjang penjajahan. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Tak semata konflik dua negara atas sebuah tanah, ia merupakan penjajahan nyata di tengah sorakan perdamaian yang didengungkan dunia, terutama negara-negara Barat. Lantas mengapa hingga kini seperti tak bernoktah? Dimana kemuliaan jiwa umat Islam jika puluhan ribu nyawa tampak begitu murah? Siapa semestinya yang menjadi tameng pelindung tatkala serangan terus dilayangkan?
Aktor utama (Zionis) dalam penjajahan Palestina bukanlah peran yang ada dengan sendirinya. Ia direncanakan dan dibentuk keberadaannya lebih seabad silam bahkan tatkala umat Islam Palestina masih memiliki perisai (Junnah) penjaga kemananan mereka, yakni Daulah Khilafah Islamiyyah. Cita-cita itu dikokohkan dalam Kongres Zionis Internasional tahun 1897 di Basel, Swiss. Termaktub hasil penting dari pertemuan tersebut yakni kesepakatan mendirikan negara Yahudi di tanah Palestina yang masih dalam kepemimpinan Islam, dibawah Khalifah Abdul Hamid II.
Upaya mewujudkan itu terus bergemuruh, sosialisasi besar-besaran di semarakkan di kalangan bangsa Yahudi termasuk mendatangi Khalifah kaum muslimin dan menawarkan 150 juta poundsterling dalam bentuk emas. Dengan kepemimpinan berlandas iman yang melahirkan karakter amanah atas kepemimpinannya, Khalifah Abdul Hamid II melisankan tegas "Andai tanah yg ku pijam tembus hingga sana dan semua berubah menjadi emas, tidak akan pernah aku berikan tanah Palestina ini kepadamu".
Theodor Herzl sebagai penggagas penjajahan ini mengetahui persis bahwa cita-cita tersebut hanya terwujud jika penghalang utamanya yakni Khilafah diruntuhkan. Maka dengan dukungan Inggris mereka berusaha melenyapkan perisai Umat Islam melalui berbagai cara. Termasuk menyeret Khilafah dalam perang Dunia pertama pada tahun 1914. Pascanya, wilayah dunia Islam dikerak-kerang melalui Perjanjian Sykes Picot (1916) dibawah komanda Perancis dan Inggris. Puncaknya adalah deklarasi Balfour, tatkala Inggris menyatakan dukungan secara terbuka berdirinya negara Yahudi di Palestina tahun 1917.
Tahun 1924 lalu menjadi tahun pelenyapan sempurna Perisai dan Pelindung umat Islam seluruh dunia. Berbagai rekayasa dan dengan pion utama Kemal Pasha Khilafah Utsmaniyah sebagai payung dunia islam runtuh. Semenjak itu imigrasi orang-orang Yahudi mulai berdatangan dari berbagai penjuru dunia mulai dari Eropa dan Eropa Timur.
Maka begitu kontraslah, atmosfer penderitaan umat Islam Palestina bukan berawal Oktober 2023 lalu, melainkan sejak racun Nation States sebagai buah perjanjian Sykes Picot Barat penjajah diberlakukan. Umat Islam berjumlah 2 miliyar tersekat-sekat, dan menjadi tak berdaya dihadapan 7 juta penjajah Zionis Yahudi. Nasionalisme juga berhasil menutup rapat nurani dan kemanusiaan penguasa-penguasa dunia islam.
Garis teritorial wilayah negeri-negeri muslim terdekat Palestina (Mesir,Yordania, Suriah, Lebanon) bak tembok tebal kokoh yang tegak. Menghadang jutaan tentara umat Islam. Racun yang ditebar di seluruh dunia Islam pasca dihapuskannya Kepemimpinan Islam, Khilafah Islamiyah dari peta politik dunia. Ia dilerai menjadi ±50 negara, lalu disimbolisasi dengan karakter bangsa masing-masing. Paham yang membuat umat ini tak lagi satu tubuh karna ikatan Aqidah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Muslim).
Penderitaan umat Islam Palestina jelas nyata tersebab okupasi penjajahan dan perebutan wilayah oleh Zionis Yahudi disutradarai Amerika Serikat dan didukung oleh negara-negara Barat melalui instrumen lembaga ciptaan mereka. PBB, Dewan Keamanan Dunia dan resolusi mereka hanya peredam tuntutan tanpa menyelesaikan masalah. Karna demikianlah instrumen tersebut dilahirkan semata untuk menjaga kepentingan negara adikuasa dunia saat ini.
Pengaruh AS atas dunia Islam dapat melakukan demikian karna pelindung dunia Islam telah lenyap. Maka pembebasannya memerlukan kekuatan dunia Islam kembali yakni hadirnya Khilafah yang akan mengaktualisasikan peran jihad para tentara muslim dunia. Umat Islam dibawah kepemimpinan Khilafah tidak memerlukan perundingan khianat serupa Oslo, Madrid dan Cam David.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam buku Asy-Syakhshiyyah al-Islāmiyyah (Kepribadian Islam) menjelaskan makna jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam perang di jalan Allah, baik secara langsung berperang, maupun dengan memberikan bantuan untuk perang, misalnya bantuan berupa harta, pendapat, memperbanyak pasukan perang, dan lain-lain.
Kini, langkah menuju tegaknya perisai (junnah) Al Khilafah sudah semestinya menjadi agenda utama umat Islam dunia. Ialah satu-satunya solusi bagi persoalan penjajahan Zionis atas Palestina. Tak ada jalan selain mencontoh metode yang ditempuh suri tauladan terbaik, Rasulullah SAW dalam mewujudkan junnah tersebut. Membuang segala racun pemikiran dan produk sistem yang dihasilkan Barat.
Institusi politik Khilafah akan menjaga jiwa dan setiap jengkal tanah umat Islam. Independensi Khilafah akan tampil sebagai negara yang dengan kepala tegak memobilisasi pasukan militer menghadapi musuh-musuh Allah termasuk Zionis Yahudi. Tak ada bahasa lain yang layak dihadapkan pada mereka selain jihad atas komanda Khalifah umat Islam, layaknya sikap tegas Khalifah Abdul Hamid II. Wallahu'alam bisshawab