Oleh: Zul Fikri
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala | Asal Abdya
Email: zulkifri2003@gmail.com | WA: 082386535528
Keputusan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Pemkab Abdya) untuk tidak mengalokasikan anggaran beasiswa dalam APBK 2025 menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di daerah ini. Kebijakan yang diumumkan oleh Kabag Kesra, Cut Nurkhaziati, disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Namun, dampaknya lebih besar daripada sekadar angka—ia menyentuh langsung masa depan generasi muda Abdya, terutama mahasiswa dari keluarga kurang mampu yang sangat bergantung pada beasiswa tersebut.
Tahun lalu, lebih dari Rp1 miliar dianggarkan untuk program beasiswa. Kini, nihil. Mahasiswa berprestasi, mereka yang sedang menempuh studi di Timur Tengah, hingga yang berasal dari pelosok daerah terpaksa menghadapi risiko putus kuliah. Ini bukan sekadar soal ketiadaan dana, tetapi tentang bagaimana pemerintah daerah memposisikan pendidikan dalam prioritas pembangunan.
Bupati Safaruddin dan Wakilnya Zaman Akli kini menghadapi ujian kepemimpinan yang sesungguhnya: apakah mereka akan mencari solusi kreatif di tengah keterbatasan, atau membiarkan mimpi anak-anak daerah terkubur? Evaluasi anggaran harus menjadi langkah awal. Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta, kampus, hingga NGO pendidikan perlu segera dibangun untuk menghadirkan beasiswa alternatif.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Ketika beasiswa ditiadakan, bukan hanya mahasiswa yang kehilangan, tetapi masa depan daerah ini yang ikut terancam. Sudah waktunya Abdya bangkit dengan komitmen nyata terhadap pembangunan sumber daya manusia.