SPBU Tansalir Viral di TikTok: Pengelola Ancam Proses Hukum, Pelaku Diminta Bertanggung Jawab


author photo

9 Mar 2025 - 17.18 WIB



Aceh Tengah – Polemik di SPBU Tansalir, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, memanas setelah sebuah video berdurasi 33 detik viral di platform TikTok. Video tersebut menampilkan seorang konsumen yang mengkritik layanan SPBU, namun pihak pengelola justru menilai bahwa pelaku telah bertindak di luar batas, termasuk melakukan kekerasan terhadap petugas.

Wen Sejahtera, pengelola SPBU, menegaskan bahwa pihaknya merasa dirugikan atas viralnya video tersebut. Ia bahkan mengancam akan menempuh jalur hukum jika pelaku tidak menunjukkan itikad baik untuk berdamai dan menghapus unggahan tersebut.

“Kami tidak main-main. Jika dalam waktu dekat pelaku tidak menunjukkan niat baik, kami akan melaporkannya ke aparat penegak hukum,” ujar Wen Sejahtera saat diwawancarai wartawan di kantornya, Sabtu, 8 Maret 2025.

Kronologi Insiden: Dari Antrean SPBU hingga Aksi Kekerasan

Berdasarkan rekaman CCTV dan keterangan Firman, operator pompa di lokasi kejadian, insiden bermula pada Rabu pagi, 5 Maret 2025, pukul 07.30. Saat itu, pelaku—seorang pengendara sepeda motor—mengantre di jalur yang diperuntukkan bagi kendaraan roda empat.

Firman awalnya tetap melayani beberapa pengendara roda dua karena pompa khusus motor belum dibuka. Namun, setelah petugas lain mulai bertugas di pompa roda dua, ia mengarahkan para pengendara untuk berpindah ke jalur yang semestinya. Seluruh pengguna sepeda motor mengikuti arahan, kecuali pelaku yang tetap bertahan di jalur mobil.

Menurut rekaman CCTV, pelaku bahkan mencoba mengutak-atik nozzle pompa 5 dan berulang kali menekan tombol dispenser untuk mengisi BBM secara mandiri. Namun, aksinya gagal karena sistem pengisian di SPBU ini memerlukan barcode untuk mengeluarkan BBM.

Setelah usahanya gagal, pelaku diduga naik pitam, mulai merekam video, dan melontarkan kritik terhadap layanan SPBU. Namun, insiden ini tidak berhenti di situ—pelaku diduga juga mencekik leher Firman, sang operator pompa, saat diminta menjelaskan alasan merekam tanpa izin. Firman yang merasa terancam secara refleks menepis tangan pelaku, yang mengakibatkan ponsel pelaku terlempar.

Pelaku Enggan Bertemu, SPBU Siap Tempuh Jalur Hukum

Pasca viralnya video tersebut, pihak SPBU berupaya menghubungi pemilik akun TikTok @ridwanfahmi, yang mengunggah video tersebut. Namun, upaya mediasi menemui jalan buntu. Pelaku mengaku sudah berada di luar Aceh Tengah, tepatnya di wilayah Karo, dan menolak bertemu. Bahkan, ia menuntut agar pihak SPBU membuat video permintaan maaf kepadanya.

Menurut Wen Sejahtera, sikap pelaku ini semakin menguatkan alasan bagi pihak SPBU untuk mengambil langkah hukum.

“Kami memiliki bukti kuat berupa rekaman CCTV yang menunjukkan bahwa pelaku telah bertindak di luar kapasitasnya, mengutak-atik peralatan SPBU tanpa izin, merekam tanpa persetujuan, dan bahkan melakukan tindakan kekerasan terhadap petugas kami,” tegasnya.

Pelanggaran ini, lanjutnya, dapat dikenakan sanksi berdasarkan regulasi Pertamina serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, tindakan kekerasan terhadap pegawai juga dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Meski demikian, pihak SPBU masih membuka pintu damai.

“Kami memberikan waktu bagi pelaku untuk datang dan menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Perdamaian adalah solusi terbaik dalam perselisihan. Namun, jika pelaku tetap menghindar dan tidak bertanggung jawab, kami akan melanjutkan proses hukum,” tandasnya.

Sementara itu, Firman, yang menjadi korban dalam insiden ini, juga meminta pertanggungjawaban dari pelaku.

“Saya telah dirugikan baik secara moral maupun materiil akibat video ini. Jika pelaku tetap tidak menunjukkan itikad baik, saya akan membawa masalah ini ke jalur hukum,” tegasnya.

Kasus Ini Jadi Pengingat: Etika dalam Mengunggah Konten Digital

Viralnya video ini menyoroti dua hal penting: hak publik untuk mendapatkan pelayanan prima, tetapi juga tanggung jawab dalam penggunaan media sosial. Kritik terhadap layanan publik memang diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan cara yang benar, tanpa melanggar aturan atau merugikan pihak lain.

Kasus ini bisa menjadi preseden bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Kebebasan berekspresi tidak berarti bebas dari konsekuensi hukum, terutama jika konten yang diunggah mengandung unsur pelanggaran atau merugikan pihak lain.

Dengan adanya ancaman proses hukum dari pihak SPBU, publik kini menunggu bagaimana kasus ini akan berkembang. Apakah pelaku akan memilih jalur damai, atau justru bersiap menghadapi konsekuensi hukum atas tindakannya? Yang jelas, kasus ini kembali mengingatkan bahwa etika digital dan aturan hukum tidak bisa diabaikan dalam ruang publik virtual.(R)
Bagikan:
KOMENTAR