Sekularisme Kapitalisme Menumbuhsuburkan Kasus Korupsi


author photo

6 Mar 2025 - 13.40 WIB


Oleh: Aulia Manda, S.Pd., M.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus tersebut menyebabkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung dalam keterangan persnya pada Senin (24/2/2025) malam menyebutkan, telah menetapkan tujuh tersangka. Mereka yaitu, yakni berinisial RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF dari PT Pertamina International Shipping. Kemudian, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus komisaris PT. (Beritasatu/25/02/2025)

Kasus korupsi terjadi lagi ibarat kasus korupsi seolah sudah menjadi tradisi di Indonesia, mencari celah dalam setiap kesempatan. Kasus korupsi pertamina ini mengakali pengadaan barang, dengan mengambil keuntungan dari transaksi. Ironinya saat pelakunya adalah orang-orang yang memiliki jabatan yang tak pernah puas mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dan  tahta setinggi-tingginya. Ibarat hati nurani mereka tertutupi tinta hitam sehingga tidak mampu berempati pada rakyat yang sedang kesusahan.

Ditinjau lebih jauh, ada beberapa penyebab korupsi itu semakin bebas dan tumbuhsubur hari ini, antara satu sebab dengan sebab yang lain saling berkolaborasi:

Pertama, sekularisme telah menghilangkan nilai-nilai ketakwaan dari politik dan pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol internal yang tercipta menyatu dalam diri politis, pejabat, aparatur dan pegawai. Akhirnya semuanya hanya bersandar pada kontrol eksternal, dan pengawasan dari atasan, inspektorat dan aparat hukum. Masalahnya, mereka semuanya tidak jauh beda bahkan sama saja. Sehingga memunculkan pejabat yang tidak amanah.

Kedua, terbukanya peluang melakukan kecurangan. Sistem sekuler yang membuat orang bebas melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan pribadi/kelompok dengan menghalalkan berbagai cara.

Ketiga, hukuman terhadap koruptor tidak menciptakan efek jera dan gentar. Berdasarkan riset Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagian besar koruptor hanya dihukum 2 tahun oleh pengadilan. Setelah dikurangi remisi dan pengurangan masa tahanan lain, koruptor sebenarnya hanya menjalani hukuman penjara yang singkat.

Sistem hukum berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi koruptor untuk lolos. Sanksi bagi koruptor juga sangat ringan. Jangankan mencegah orang melakukan korupsi, koruptor pun tidak jera. Bahkan tebang pilih dalam penegakan hukum.

Bahkan, sebagian besar koruptor yang tertangkap berada dalam link kekuasaan. Ini menunjukkan bahwa koruptor yang terbabat lebih karena tebang pilih atau karena apes saja. Sebab, faktanya betapa banyak pihak-pihak yang sudah terduga kuat sebagai koruptor tetap saja melenggang bebas. Sebagi contoh, misal koruptor kasus BLBI dan koruptor kasus Bank Century, semua adalah pemangku jabatan bahkan penggerak rezim yang ada. Namun semua lolos. Bahkan kasusnya pun menguap begitu saja.

Inilah gambaran penegakan hukum dalam sistem sekuler kapitalisme, dimana yang kuat yang menang. Apalagi kekuasaan dapat memainkan hukum.

Jadi, sangat jelaslah dengan tiga sebab mengapa sampai hari ini masih merajalelanya koruptor di Indonesia, sehingga ketika dilakukan upaya penghapusan korupsi dalam sistem kapitalisme mustahil akan diberantas, karena sistem politiknya yaitu demokrasi meniscayakan adanya praktek korupsi.

Karena itu mustahil pemberantasan korupsi dalam sistem kapitalisme hari ini bisa diberantas dan sangat wajar jika tumbuhsubur kasus korupsi. Jauh berbeda didalam Islam. Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam memberantas korupsi bahkan juga aspek pencegahan Islam menutup celah korupsi termasuk dengan menjadikan rakyat sejahtera sebagai tujuan yang harus diwujudkan.

Bebas Korupsi Hanya dengan Sistem Islam

Bebas dari korupsi hanya bisa tercapai jika korupsi dilakukan menggunakan sistem Islam. Sebab sistem yang ada, baik diakui atau tidak, justru menjadi faktor tumbuhsuburnya korupsi. Sistem Islam mampu memberantas korupsi, karena:

Pertama, dalam Islam sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam yang melahirkan generasi beriman dan bertakwa serta kesadaran senantiasa diawasi oleh Allah baik pada diri politis, pejabat, aparat, pegawai dan masyarakat. Sehingga ketika menjadi pejabat akan amanah dalam menjalankan tugas karena ada kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Bahkan negara diwajibkan terus membina ketakwaan itu. Lahirlah kontrol dan pengawasan internal, ini menyatu dalam diri pemimpin, politis, pejabat, aparat dan pegawai, yang bisa mencegah mereka untuk korupsi.

Kedua, adanya prinsip 3 pilar menjadikan setiap individu taat pada syariat jauh dari maksiat, masyarakat juga akan melakukan amar makruf dan nahi mungkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa. 


Ketiga, praktek korupsi andai terjadi, bisa diberantas dengan sistem hukum syariah, bahkan dicegah agar tidak terjadi. Dalam syariah, kriteria harta ghulul itu jelas. Harta yang diambil atau ditilap di luar imbalan legal, harta yang diperoleh karena faktor jabatan, tugas, posisi, kekuasaan dan sebagainya sekalipun disebut hadiah, harta pejabat, aparat, dan lain-lain, yang melebihi kewajaran yang tidak bisa dibuktikan diperoleh secara legal, semua itu termasuk harta ghulul (haram).

Diakhirat harta tersebut akan mendatangkan azab. Allah berfirman "Barang siapa yang berbuat curang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa hasil kecurangannya."(QS. Ali Imran: 161). Nabi Saw bersabda: "Siapa yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan dan kami tetapkan gajinya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah ghulul." (HR. Abu Daud)

Sanksi bagi pelaku pun mampu memberikan efek pencegahan dan menjerakan. Sebagai bagian dari ta'zir, bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi (hakim). Bisa hukumannya dengan penjara atau ditahan dalam waktu yang lama, dicambuk hingga hukuman mati sebagaimana yang pernah dilakukan para oleh Khalifah bagi para pelaku koruptor.

Sehingga, hanya dengan mengembalikan hukum Islamlah, problem korupsi bisa diselesaikan dan diberantas dengan tuntas. Pasalnya, syariah Islam diturunkan Allah SWT, yang maha tahu segalanya, sehingga Allah SWT pasti tahu apa yang terbaik untuk makhluknya. Jadi syariah Islam dalam sistem yang paling tepat untuk menyelesaikan kasus korupsi. Sistem hukum islampun menjamin tegaknya hukum karena semua orang sama di hadapan hukum.

Wallahu alam bish-shawab
Bagikan:
KOMENTAR