Islam Mengatasi Tradisi Kenaikan Harga Saat Ramadhan


author photo

5 Mar 2025 - 13.22 WIB



Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)

Menjelang bulan suci Ramadhan serta menjelang lebaran harga sejumlah bahan pokok dan harga lainnya di sejumlah pasar di Samarinda, mengalami lonjakan signifikan. 
Kenaikan harga ini mulai terasa sejak awal pekan, memaksa pedagang dan pembeli menghadapi harga yang semakin tinggi.

Pantauan Kompas.com di beberapa pasar, seperti Pasar Segiri, Pasar Pagi, dan Pasar Sungai Dama pada Selasa (25/2/2025), menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Beberapa komoditas mengalami kenaikan harga yang mencolok.

Harga cabai melonjak dari Rp 70.000 menjadi Rp 90.000 per kilogram, sementara bawang merah naik dari Rp 32.000 menjadi Rp 42.000 per kilogram.
Telur ayam juga mengalami kenaikan, dari Rp 50.000 menjadi Rp 60.000 per papan.
Ayam potong tetap stabil di Rp 25.000 per kilogram, cabai merah bertahan di Rp 55.000 per kilogram, dan daging sapi masih dijual seharga Rp 120.000 per kilogram.

Di sisi lain, harga beras mengalami kenaikan tajam, dengan harga 25 kilogram kini mencapai Rp 480.000 per karung.(https://regional.kompas.com/read/2025/02/25/164706978/jelang-ramadan-harga-bahan-pokok-di-pasar-samarinda-melonjak)

Sudah menjadi tradisi yang terus berulang kenaikan harga setiap menjelang Ramadhan. Kondisi ini tentu memberatkan dan mengganggu kekhusyukan ibadah, bagaimana tidak yang seharusnya umat muslim bisa menikmati indahnya beribadah namun pada faktanya terbentur dengan susahnya kondisi ekonomi, disaat hari biasa saja untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat terasa berat, apalagi saat harga mengalami kenaikan tentu akan semakin berat lagi, sehingga setiap kepala rumah tangga harus berjuang sedemikian rupa untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut, akhirnya waktunya lebih banyak di luar bekeri dari pada beribadah. 

Inilah efek dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang secara tabiat meniscayakan adanya ketidakstabilan harga. 
Fakta tersebut menunjukkan gagalnya penguasa dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, negara telah gagal dalam mengantisipasi kenaikan harga saat jelang Ramadhan. Seharusnya negara memudahkan rakyat dalam menjalani ibadah Ramadhan. Tidak cukup sidak dan pasar murah.

Konsep kapitalisme jelas sangat berbeda dengan Islam yang konsep pengaturannya sepenuhnya menggunakan syariat Islam. Islam mampu menjaga stabilitas harga, penguasa dalam Islam pun akan ciptakan suasana muamalah sesuai syariat. Negara juga memberikan penanaman akidah melalui pendidikan terbaik sehingga umat memiliki pemahaman yang benar atas ibadah Ramadhan, termasuk salah satunya pola konsumsinya.

Secara prinsip, kunci kestabilan harga dan keterjangkauan oleh rakyat terletak pada berjalannya fungsi negara yang sahih, yaitu sebagai raain (penanggung jawab) dan junnah (pelindung rakyat).

Rasulullah saw bersabada “Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)

Dalam hadits lain juga dikatakan “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)

Berdasarkan kedua hadist tersebut maka dalam Islam ditetapkan pemerintah bertanggung jawab penuh dalam hal menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, baik kuantitas maupun kualitas. Artinya, sebagai pelindung rakyat, negara harus hadir menghilangkan dharar (bahaya) di hadapan rakyat, termasuk ancaman hegemoni ekonomi.

Daulah Islam tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak.
Kedua fungsi ini harus diemban oleh seluruh struktur negara hingga unit pelaksana teknis.

Oleh karenanya, keberadaan badan pangan seperti Bulog pun harus menjalankan fungsi pelayanan, bukan menjadi unit bisnis. Kalaupun lembaga pangan ini melaksanakan fungsi stabilisator harga dengan operasi pasar, harus steril dari tujuan mencari profit.

Negara akan menetapkan beberapa kebijakan yang akan diambil untuk menjaga stabilitas harga dengan menjaga ketersediaan stok pangan supaya supply and demand stabil, di antaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat. 

Negara akan menjaga rantai tata niaga, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Di antaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.

Negara dalam Islam yang disebut Khilafah memiliki struktur khusus untuk ini, yaitu Qadi Hisbah yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan Thoyib 

Yang tidak kalah pentingnya adalah peran negara dalam mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman tentang konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain. 

Khalifah Umar Ra. pernah melarang orang yang tidak memiliki ilmu untuk datang ke pasar dengan mengatakan, “Jangan berjual beli di pasar kami, kecuali orang yang berilmu. Apabila tidak, ia akan makan riba, baik disengaja atau tidak.” 

Sungguh Islam memiliki konsep dan aturan yang sempurna untuk menjaga stabilitas harga dengan mengatur persaingan pasar secara adil, melindungi hak penjual dan pembeli, serta melakukan intervensi harga jika terjadi distorsi permintaan dan penawaran. 

Rasulullah saw dalam mengelola kenaikan harga dengan menekankan keadilan dalam mu’amalah ekonomi dan memberikan kebebasan pada pelaku pasar dengan catatan bahwa kebebasan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip keadilan Islam. Rasulullah juga menegaskan pentingnya kebersamaan dalam menghadapi kesulitan ekonomi dan memberikan dukungan moral bagi mereka yang bersabar dalam situasi sulit tersebut. Wallahu a’lam.
Bagikan:
KOMENTAR