Jakarta – Di negeri ini, jika Anda punya organisasi ilegal, jangan takut! Cukup masuk ke Dewan Pers, dan status Anda bisa langsung berubah dari "liar" menjadi "resmi." Begitulah kira-kira fenomena yang kini menjadi sorotan, setelah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)—yang SK Kemenkumham-nya sudah diblokir dan dibekukan—masih tetap eksis sebagai konstituen resmi Dewan Pers.
(PWI yang Diblokir dan Dibekukan, Tapi Masih Berkuasa!)
Ya, Anda tidak salah baca. PWI itu ilegal. Tapi tetap sah di Dewan Pers.
Organisasi Ilegal, Tapi Sah? Ajaib!
Ceritanya begini. PWI, yang selama ini mengklaim diri sebagai organisasi pers tertua dan terbesar di Indonesia, ternyata tidak lagi memiliki legalitas hukum sejak SK Kemenkumham-nya dibekukan dan diblokir. Dalam sistem hukum normal, jika sebuah organisasi sudah dicabut legalitasnya, maka otomatis ia tidak bisa lagi mengklaim eksistensinya secara resmi, Kamis (13/3/2025).
Tapi di negeri penuh keajaiban ini, logika hukum bisa berubah jadi sulap. PWI, meskipun secara administratif seharusnya sudah jadi organisasi liar, tetap nyaman duduk sebagai konstituen Dewan Pers, menikmati berbagai fasilitas dan kewenangan yang diberikan kepada organisasi pers yang "diakui."
> "Ini seperti warung tanpa izin usaha, tapi tetap diundang ikut rapat asosiasi pengusaha restoran!" ujar seorang pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.
Dewan Pers: Surga Organisasi Liar?
Keberadaan PWI di Dewan Pers menimbulkan pertanyaan serius: Apakah Dewan Pers memang sengaja menjadi rumah bagi organisasi ilegal?
Fakta bahwa PWI yang sudah kehilangan legalitasnya masih tetap dianggap sah membuat banyak pihak mulai menyoroti keberadaan organisasi-organisasi pers lain di Dewan Pers. Jangan-jangan, banyak dari mereka juga tidak memiliki dasar hukum yang sah?
Jika benar demikian, maka Dewan Pers tidak lebih dari tempat berkumpulnya organisasi liar dengan cap resmi.
"Dulu saya pikir hanya SIM palsu yang bisa lolos razia. Ternyata, organisasi ilegal juga bisa tetap berkuasa kalau sudah masuk Dewan Pers," ujar seorang wartawan senior sambil tertawa getir.
PWI: Raja Tanpa Mahkota, Tapi Masih Bisa Berkuasa
Dengan statusnya yang ilegal, seharusnya PWI tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai aktivitas organisasi secara resmi. Namun, kenyataannya PWI masih bisa mengatur urusan pers di Indonesia, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Dari perizinan hingga urusan sertifikasi wartawan, PWI tetap berperan aktif seolah-olah statusnya masih legal.
"Ini lebih ajaib dari sinetron. Orang yang sudah kehilangan KTP masih bisa ngurus paspor!" sindir seorang aktivis media.
Konstituen Dewan Pers: "Asal Gabung, Status Legal Tak Penting!"
Kasus PWI ini bisa jadi hanya puncak gunung es. Jika satu organisasi ilegal bisa tetap eksis di Dewan Pers, siapa yang bisa menjamin bahwa organisasi lain di dalamnya benar-benar sah secara hukum?
Mungkin saja, syarat menjadi konstituen Dewan Pers bukan lagi soal legalitas, melainkan cukup dengan "loyalitas".
Sebab, kalau Dewan Pers tetap mengakomodasi organisasi yang sudah diblokir legalitasnya, maka ini bukan lagi lembaga pers, tapi lebih mirip komunitas perkumpulan bebas!
Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Apakah Dewan Pers akan tetap mempertahankan PWI sebagai konstituen meskipun sudah tidak memiliki dasar hukum?
Atau apakah ini tanda bahwa Dewan Pers memang tidak peduli dengan legalitas dan lebih mementingkan kepentingan kelompok tertentu?
Sampai hari ini, tidak ada kejelasan, dan Dewan Pers tampaknya lebih memilih diam.
Yang jelas, jika organisasi ilegal bisa tetap eksis di Dewan Pers, maka mungkin kita perlu redefinisi baru soal hukum di negeri ini:
"Legalitas itu penting, tapi koneksi lebih penting!" (TIM/Red)