Danantara: Dana Segar untuk Siapa?


author photo

9 Mar 2025 - 17.45 WIB




Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Usai peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden RI, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono berharap dari BPI Danantara dapat membantu pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. (www.antaranews.com).

Pasalnya pemerintah mengeklaim, BPI Danantara didirikan dengan tujuan untuk mengelola investasi strategis pemerintah Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Tak ayal banyak yang berharap lembaga ini menjadi sumber pendanaan untuk proyek-proyek besar dan berkelanjutan di Indonesia. 

Terlebih, Danantara digadang-gadang menjadi sovereign wealth fund (Sumber kekayaan yang dikelola negara dan diinvestasikan). Sebab, lembaga ini disebut akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS, dengan proyeksi dana awal mencapai 20 miliar dolar AS. 

Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto sudah menandatangani beberapa kebijakan terkait Danantara sebagai payung hukum. Diantaranya pertama, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Danantara.
Kedua, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Ketiga, Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

Presiden mengatakan dana-dana yang dikelola Danantara akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor, seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, dan produksi pangan. Padahal, sektor itu tidak berkaitan langsung bagi kesejahteraan rakyat. 

Miris, di tengah perekonomian rakyat yang makin sulit ,tapi kenapa dana yang dikelola negara tidak digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya justru diinvestasikan?

*Dana Segar untuk Siapa?*

Sejak awal diresmikan BPI Danantara, banyak pihak mempertanyakan urgensi pembentukannya. Padahal, wacana pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) sudah ada sejak 2008 oleh Sri Mulyani yang menjabat sebagai menteri keuangan. Lantas, kenapa di pemerintahan Prabowo akhirnya SWF yang dinamai BPI Danantara diresmikan? Apakah ada arahan dari negara-negara kapitalis dan oligarki yang menginisiasi terbentuknya SWF?

Faktanya, memang ada keterlibatan negara Inggris dan AS dalam struktur kepengurusan Danantara. Tarik menarik kepentingan politik dua negara serta tokoh politik nasional yang tidak kompeten . Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menilai lembaga tersebut akan diwarnai kepentingan politik dibandingkan tujuan bisnis yang sehat dengan masuknya para tokoh politik nasional bahkan negara asing dalam struktur kepengurusan Danantara. 

Terlebih, konsep SWF bukan hal yang baru dalam tatanan perekonomian global. Hal tersebut disampaikan oleh Pakar ekonomi Islam Nida Saadah, S.E., Ak., M.E.I. menilai, konsep yang digunakan BPI Danantara meniru konsep negara-negara kapitalis sekuler dengan menggunakan SWF. ” ungkapnya di acara Economic Understanding dengan tajuk “Danantara, dalam Tinjauan Milkiyyah Aamah” Jumat (28-2-2025) di kanal Supremacy.

Sejatinya, modal besar yang dikumpulkan oleh negara adalah uang rakyat yang dipertaruhkan dalam persaingan bebas global. Mulai dari menarik investasi asing maupun sebagai modal investasi Indonesia di luar negeri. Apalagi jika investasi program prioritas pemerintah pada hilirisasi minerba dan sawit. Jika investasi gagal, maka uang rakyat hilang dan tak mungkin kembali.

Di satu sisi dikatakan Danantara akan menjadi salah satu dana kekayaan negara atau SWF terbesar di dunia. Bisa dilihat dari aset yang dikelola Danantara yang mencapai US$900 miliar atau Rp14.665 triliun (kurs Rp16.300 per dolar AS). 

Namun di sisi lain, penguasa melakukan efisiensi anggaran besar-besaran di sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan dan pembangunan infrastruktur dasar melalui Kementerian PU. Padahal, sektor-sektor ini tidak hanya berperan dalam pembangunan ekonomi jangka panjang, melainkan juga dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara langsung.

Inilah potret negara Kapitalis yang tidak peduli pada rakyatnya dengan memilih investasi sektor keuangan, daripada mendukung penuh sektor vital yang melayani hajat hidup masyarakat banyak. Nampak jelas dalam Anggaran Kemenkeu 2026, program prioritas pemerintah adalah Program Makan Bergizi Gratis, ketahanan pangan, ketahanan energi, perumahan, dan pertahanan keamanan; sedangkan pendidikan dan kesehatan hanya diletakkan sebagai prioritas pendukung. (Pikiran Rakyat, 30/1/2025).

*Ekonomi Islam untuk Kesejahteraan Rakyat* 

Konsep ekonomi dalam Islam mengatur kepemilikan harta ada tiga, yakni kepemilikan negara, individu dan umum. Hal tersebut dijelaskan dalam kitab Nizhom Iqtishody karya Syekh Taqqiyudin An-Nabhani. Tentunya berbeda dengan ekonomi kapitalis yang tidak mengakui kepemilikan umum, mereka hanya mengakui kepemilikan individu dan negara saja.

Islam juga mengatur dalam hal pengelolaan harta milik umum semata-mata untuk kesejahteraan rakyat, bukan dikembangkan untuk investasi. Dalam kitab Struktur Negara Khilafah karya Syekh TaqqiyudinAn-Nabhani, dijelaskan Negara memiliki Departemen Kemaslahatan Rakyat, yang bertugas memastikan setiap individu kebutuhannya terpenuhi dan terlayani tanpa terkecuali. Pendanaan atas pelayanan terhadap kebutuhan rakyat sepenuhnya dibiayai negara melalui baitulmal, dari harta rakyat yang dikumpulkan dan dikelola sesuai syariat Islam.

Tidak ada satu pun departemen di dalam Daulah Islam yang ditugasi untuk melakukan investasi harta umat agar dapat maksimal melakukan pemenuhan masyarakat. Melainkan keseluruhan dana yang masuk dikelola sesuai ketentuan yang telah ditetapkan syarak. Bahkan baitulmal dapat memberi stimulus ekonomi kepada masyarakat dengan memberi pinjaman tanpa bunga bahkan memberi modal bisnis secara cuma-cuma.

Islam melarang negara, individu bahkan swasta menguasai SDAE karena itu harta milik umum. Negara wajib mengelola kepwmilikan umum dan keuntungannya dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat. Adapun bentuknya bisa berupa pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis. 

Dengan demikian, swasta tidak diperbolehkan mengelola barang tambang, laut, hutan yang karakternya memang adalah SDAE yang memiliki deposit besar dan tidak boleh dikuasai individu.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, Air, Api dan padang gembala. (HR. Abu Dawud). 

Disamping itu, Rasulullah saw. telah mengatur urusan kemaslahatan bagi kaum muslim. Beliau saw. menugasi para sahabat untuk menjalankan peran pengelolaan keuangan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat, baik di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, maupun kesejahteraan umum.

Dalam masalah pendidikan, Rasulullah saw. menetapkan tebusan orang-orang kafir yang menjadi tawanan Perang Badar dengan mengajari sepuluh orang anak-anak kaum muslim belajar menulis dan membaca. Hal itu menggantikan harta tebusan yang termasuk ghanimah dan menjadi milik kaum muslim.

Dalam hal pengobatan, pernah dihadiahkan kepada Rasulullah saw. seorang dokter, tetapi beliau tidak mengambilnya, melainkan menjadikannya sebagai dokter bagi kaum muslim. Hal ini merupakan dalil bahwa pengobatan (kesehatan) juga merupakan kemaslahatan kaum muslim.

Demikianlah, politik ekonomi Islam mengatur SDAE milik umum dan negara untuk pemenuhan kebutuhan rakyat, tanpa mempertimbangkan untuk dikembangkan untuk investasi. Bukan juga dengan melakukan efisiensi terhadap pelayanan wajib bagi rakyat. Ekonomi Islam membolehkan individu dan swasta untuk mengembangkan harta sesuai ketentuan syariat. Wallahu A'lam.
Bagikan:
KOMENTAR