Oleh : Nurnaini S.Kom (Aktivis Muslimah)
Seorang remaja berusia 14 tahun yang masih menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Samarinda, diduga menjadi korban persetubuhan. Peristiwa tersebut terungkap ketika Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, Rina Zainun, dihubungi oleh salah satu anggota polwan, Selasa (18/2/2025) sekitar pukul 18.11 WITA. Dalam penyampaiannya, terdapat seorang anak mendatangi polsek untuk membuat laporan atas dugaan persetubuhan. “Saya dihubungi saat itu posisi masih di Kutai Timur (Kutim) untuk menangani kasus. Petugas itu mengatakan anak ini datang seorang diri untuk melaporkan dugaan persetubuhan oleh orang terdekatnya, karena dia masih dibawah umur harus ada pendampingan,” ungkapnya. Mendapat informasi tersebut, Rina segera menghubungi anggota TRC PPA untuk menjemput korban di polsek. Namun, saat ditanya, remaja perempuan tersebut menyatakan tidak ingin pulang ke rumahnya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membawa korban ke rumah aman. “Alasan dia tidak mau pulang, karena sang ayah yang mengetahui dugaan persetubuhan itu tidak mau mendampingi untuk laporan ke kepolisian,” tuturnya.
Tidak hanya sampai disitu, masih banyak kejadian serupa yang melibatkan remaja bahkan anak anak yang masih sangat dibawah umur yang menjadi korban kekerasan baik itu berupa pelecehan seksual, sampai ke pembunuhan, dimana hal ini sudah sangat jelas tidak boleh dibiarkan begitu saja. Seluruh kejadian seperti ini harusnya disadarkan bahwa sudah tidak ada lagi peluang aman lagi para remaja. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang ternyaman, justru disitulah kekerasan yang juga sangat sering terjadi. Lingkungan sekitar di masyarakat yang juga seharusnya bisa menjadi lingkungan yang aman, malah tidak efektif. Dan lebih parahnya lagi, negara yang memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga keselamatan para remaja dan anak anak bangsa tampaknya jauh dari kata memadai.
Kasus pelecehan seksual ini hanya salah satu dari beragam masalah yang menimpa generasi atau pemuda kita hari ini. Ada masalah narkoba, pergaulan bebas, tawuran, kriminalitas lainnya dimana dengan pelakunya tersebut adalah remaja yang justru juga turut menambah panjang sederet persoalan yang menimpa generasi. Hal ini sudah cukup menunjukkan bahwa memang generasi kita hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beragam peraturan yang dibuat oleh pemerintah seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi, UU TPKS dan yang terbaru revisi KUHP yang Konon semua aturan itu dibuat pemerintah dengan tujuan untuk melindungi generasi pemuda. Alih-alih melindungi, negara justru malah memunculkan masalah baru. Hal ini bisa dilihat dari kasus demi kasus kekerasan seksual yang seakan terus saja bertambah. Dan mirisnya lagi bahwa pelaku ternyata makin kesini, makin muda. Belum lagi sanksi hukum yang diberikan bagi pelaku kejahatan yang terkategori anak sering kali menjadi perdebatan karena terbentur oleh UU Perlindungan Anak. Hari ini anak didefinisikan sebagai mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Pada usia ini mereka dianggap masih dalam tahap turbulensi dengan emosi yang masih labil serta pemikiran yang belum matang. Sehingga dalam usia ini anak tidak bisa dihadapkan di muka hukum, juga tidak bisa dipenjarakan karena akan khawatir jika akan menimbulkan bagi para generasi muda.
Semua bisa mengecam dan melaporkan tindak kekerasan terhadap anak yang dilihatnya, tapi solusi itu apakah dapat menyelesaikan masalah? Apa dengan solusi itu akan dapat mengurangi jumlah permasalahan yang ada? Apa dengan solusi itu akan dapat mencegah trauma korban dan bisa mengembalikan nyawa korban yang sudah terlanjut terbunuh? Pasti tentu tidak ya !.
Jika dicermati kasus kekerasan seksual yang saat ini marak terjadi kepada remaja dan anak anak adalah diterapkannya sistem kapitalis sekuler dan turunannya seperti liberalisme. Sistem seperti ini memang tidak akan pernah memberikan kenyamanan bagi para generasi pemuda, bahkan kejahatan seksual terhadap anak jauh lebih sadis dan membuat miris. Sistem seperti inilah yang dianut oleh Negara kita tercinta ini, sistem sekulerisme yang akan memaksa kita untuk memisahkan kehidupan dunia dari nilai agama, semua ini tidak dilandaskan pada halal haram, akan tetapi asas manfaat dan tentu saja akal manusia. Sekulerisme yang dapat menyebabkan lemahnya iman individu ditambah buruknya interaksi antar masyarakat sehingga dapat mudah tergoyahkan dengan berbagai rayuan atau godaan yang ada. Sekaligus sanksi yang tidak memberi efek jera akan terlihat sangat tidak cocoknya sistem ini yang seharusnya tidak diambil.
Anak dibawah sistem kapitalis memang rentan menjadi obyek eksploitasi seksual demi keuntungan baik karena terpaksa maupun karena adanya pengaruh dari orang dewasa. Ada tiga kegiatan yang masuk dalam kategori eksploitasi seksual yaitu prostitusi anak, perdagangan anak, dan pornografi anak. Kapitalisme telah merenggut hak hak anak, bahkan gagalnya solusi yang dibuat selama ini oleh berbagai pihak pun tidak lepas dari ideology tersebut yang seharusnya menjadi solusi dari sebuah masalah malah semakin menambah masalah.
Ironisnya sekulerisme ini akan menjadikan ketakwaan individu semakin tergerus. Orang orang yang lemah imannya akan merasa dirinya boleh melampiaskan nafsunya kepada siapapun, disisi lain dorongan seksual terus menerus dimuculkan diberbagai ruang masyarakat. Liberalisme melegalkan berbagai komoditas seksual, baik pornografi maupun pornoaksi.
Maka saat ini kita sangat butuh solusi sistematik atas masalah ini, maka harus mengganti sistem yang ada dengan sistem yang berasal dari sang pencipta, kembali lagi karena kita adalah seorang muslim maka lantaslah sistem islamiyah yang harus kita perjuangkan untuk menangani kasus ini dan kasus kasus lainnya. Karena sistem islamiyah yang punya segala macam solusi untuk problem yang akan dihadapi oleh manusia. Termasuk pada kasus pemerkosaan anak dimana pelakunya adalah orang terdekatnya.
Islam yang memiliki sanksi yang tegas bagi para pelaku zina. Para pelaku yang telah terbukti melakukan perbuatan zina akan dihukum dan dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah dan hukuman rajam sampai mati bagi yang sudah menikah. Hukuman itu berlaku bagi setiap muslim yang sudah “aqil dan baliqh” tanpa harus melihat batasan umur. Hukuman yang diberikan tersebut memang sangat tegas, namun hukuman itu adalah untuk menimbulkan efek jera agar tidak ada lagi yang melakukannya dan hukuman tersebut berfungsi sebagai penebus diri dari dosa terhadap hukuman Allah di akhirat kelak.
Ada tiga pilar yang harus ditegakkan untuk melindungi anak dari kekerasan seksual, yaitu peran individu dan keluarga, peran masyarakat, dan peran negara. Orang tua atau keluarga memiliki peranan penting dalam menjaga anak.
Dalam Islam anak adalah amanah bagi orang tuanya yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Orang tua wajib mendidik anak dengan hukum Islam agar menjadi individu yang bertaqwa. Pemahaman terhadap hukum Islam secara menyeluruh adalah salah satu benteng agar anak tidak terjebak kepada kondisi yang membahayakan dirinya. Diantaranya dengan memahamkan batasan aurat dan batasan berinteraksi dengan orang lain, baik dalam memandang, berbicara, berpegangan, atau bersentuhan.
Aturan Islam juga memerintahkan orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak yang sudah berumur sepuluh tahun, guna menjaga agar naluri seksual tidak muncul sebelum waktunya. Semua pemahaman ini harus disampaikan kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami, dan kemudian menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam menciptakan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Masyarakat tidak boleh membiarkan ada celah sedikit pun bagi munculnya gejolak seksual. Ketika hukum Islam mengharamkan pornografi dan pornoaksi , maka seharusnya masyarakat memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan terhadap masalah ini. Selain itu masyarakat juga harus mengemban amal ma’ruf nahi mungkar sebagai bentuk kontrol terhadap kejahatan dan sarana yang dapat mengarah kepada kejahatan.
Peran negara tentu yang paling besar. Karena, pada hakekatnya negara mempunyai kemampuan untuk membentuk kesiapan individu, keluarga, dan masyarakat. Diantara peran yang seharusnya dilakukan oleh negara adalah:
Pertama, negara wajib menjaga suasana taqwa agar senantiasa hidup, baik pada individu, keluarga, maupun masyarakat. Sistem pendidikan dan dakwah Islam yang dilakukan oleh negara akan memudahkan terbentuknya individu yang bertaqwa dan memahami aturan-aturan Islam. Hal ini dapat membentengi individu dari melakukan kekerasan seksual.
Kedua, negara harus menerapkan aturan pergaulan antara laki-kaki dan perempuan di masyarakat berdasarkan hukum Islam. Selain bertujuan untuk mencegah timbulnya gejolak seksual, aturan ini juga untuk mengelola gejolak seksual yang muncul.
ketiga, negara mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat. Informasi yang dapat memunculkan gejolak seksual dan tindak kejahatan harus diberantas. Tidak terkecuali Ilmu atau teori yang bertentangan dengan Islam.
Keempat, menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pelaku sodomi harus dibunuh, berdasarkan sabda nabi saw.
“Siapa saja yang menjumpai satu kaum yang mengerjakan perbuatan kaum nabi Luth maka bunuhlah pelaku dan teman (kencan)-nya (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Demikianlah, apapun upaya dilakukan untuk memberantas kekerasan seksual terhadap anak tidak akan berhasil selama sistem sekuler kapitalisme masih diterapkan. Hanya Islam dengan seperangkat aturannya yang bersumber dari Sang Pencipta, mampu melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Wallaahu a’lam bishawab.