Oleh: Riya Septi Habibah, S.M
Menjadi alarm darurat dengan semakin meningkatnya kasus HIV yang menyerang anak-anak muda hari ini. Karena kabar tersebut bukan sekedar angin lalu yang dibiarkan lalu mereda sendiri. Namun diperlukan tindakan yang terfokus dan serius sehingga tidak terjadi pada kasus-kasus berikutnya.
Pengertian dari HIV atau _Human Immunodeficiency Virus_ adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Sehingga jika sudah terserang virus ini, kemampuan tubuh melawan penyakit akan semakin melemah. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena yang semakin banyak terserang adalah anak muda yang menjadi generasi berikutnya dan dipersiapkan untuk menjadi generasi yang berkualitas, yang sehat jasmani dan rohaninya serta memiliki jiwa sosial yang baik dan pemikiran yang cemerlang.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur memaparkan bahwa terdapat seorang siswa yang mengidap HIV tepatnya di Kecamatan Muara Ancalong. Awalnya di tahun 2019 siswa tersebut didiagnosa mengidap anemia aplastik. Namun, seiring proses pengobatan, anak tersebut didiagnosa positif HIV. Dari hal itu, dikhawatirkan siswa tersebut kondisinya semakin memburuk maka dilakukan konsep belajar home schooling. Hal tersebut dilakukan bukan untuk mendiskriminasi. Jika siswa kondisinya semakin membaik maka akan didukung jika ingin bersekolah normal kembali.
Salah satu anggota DPRD Kutim menegaskan bahwa perlu adanya perhatian khusus untuk menangani kasus ini. Yang mana pemerintah harus siap untuk melakukan pendampingan secara maksimal melalui dinas-dinas terkait, sehingga hak anak untuk bersekolah seperti kasus ini tidak terulang lagi di dunia pendidikan (kaltim.antaranews.com, 15-01-2025).
*Program Pemerintah*
Upaya yang dilakukan pemerintah hari ini dalam menangani kasus HIV/AIDS sudah berjalan cukup lama. Salah satu yang disuarakan yaitu membangun perilaku seksual positif sejak dini. Yang mana anak diajarkan mengenai cara menjaga kesehatan reproduksinya, mengenalkan bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain guna mencegah kekerasan seksual, dan juga tentang seksual consent yaitu pernyataan untuk mau atau tidak mau terlibat dalam sesuatu.
Pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah sudah cukup lama sejak 2014, bahkan ada PP terbaru pada 2024 yang menjadi kontroversi di berbagai pihak karena ada pasal yang menyebutkan tentang penyediaan kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Melihat proses pencegahan yang dilakukan pemerintah dengan fakta hari ini ternyata jumlah penderita HIV/AIDS di kalangan remaja bukan menurun, melainkan meningkat.
Tercatat oleh Kementerian Kesehatan bahwa sepanjang 2024 periode Januari-September sebanyak 35.415 kasus baru HIV dan 12.481 kasus baru AIDS, dan yang menjadi sorotan adalah 19 persennya rentang usia 20-24 tahun yang merupakan usia muda (cnnindonesia.com, 02-12-2024).
*Problem Sistemis*
Telah diketahui bahwa penyebaran HIV/AIDS terjadi karena perilaku seseorang yang menyimpang. Dikatakan menyimpang karena perbuatan yang dilakukan sangat tidak wajar dan menyalahi aturan moral maupun agama. L687, homoseksual, bergonta-ganti pasangan, friend with benefit, dan penyalahgunaan NAPZA. Semua perilaku itu disebabkan oleh pemikiran yang menganggap kebebasan seksual bagian dari hak manusia.
Dengan mengatakan bahwa itu adalah bagian yang perlu dipenuhi, pemerintah juga berupaya memberikan solusi demi penanggulangan HIV/AIDS dengan cara kondomisasi, subsitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril dan ada pula kebijakan terbaru untuk diuji coba yaitu Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP). Semua itu diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi terkena HIV, seperti pekerja seks, homoseksual, pasangan yang mengidap HIV, serta pasangan heteroseksual dengan HIV yang ingin memiliki anak.
Bagi seorang anak yang terkena HIV tentunya tidak melulu karena kenakalannya, melainkan ia tertular karena orang tua atau ia adalah korban kekerasan seksual yang pelakunya mengidap HIV.
Kebebasan individu menjadi landasan perilaku menyimpang itu terjadi. Dan benar bahwa kebijakan atau solusi yang ditawarkan tidak membuahkan hasil signifikan oleh kebijakan yang berbasis sekuler liberal. Sekuler adalah pemisahan antara agama dengan kehidupan. Sehingga tidak ada batas dalam menilai sesuatu, apakah itu baik atau buruk, halal atau haram, boleh atau dilarang, dikerjakan atau ditinggalkan. Sedangkan liberal merupakan kebebasan dalam berbagai hal, khususnya kebebasan individu dan kebebasan seksual. Sehingga kebijakan yang diambil adalah ‘jalan tengah’ yaitu kebijakan yang tidak memberikan dampak apapun. Mengapa demikian? Karena dalam paradigma sekuler liberal tidak ada yang boleh melarang seseorang untuk membatasi orientasi seksualnya dengan cara bergonta-ganti pasangan atau hubungan dengan sesama jenis yang mana perilaku menyimpang tersebut sangat besar pengaruhnya dalam infeksi penularan HIV/AIDS.
*Islam adalah Solusi*
Penerapan Islam secara sempurna akan memberikan dampak yang besar, karena semua langkah dan strategi yang diambil berdasarkan al-quran dan sunnah sehingga kita yakin bahwa apa yang menjadi keputusan pemimpin adalah benar.
Adapun langkah yang akan diambil yang pertama adalah dengan menerapkan pendidikan Islam, yang mana akan memberikan ketakwaan dan ketaatan pada perintah Allah serta memahami apa-apa saja yang dilarang. Karena hal yang ditanamkan berupa moral, nilai-nilai, norma, dan pemikiran Islam. Sehingga setiap individu memiliki kontrol dirinya, mampu menyaring informasi yang diterima untuk tidak mendahulukan hawa nafsunya semata.
Hal kedua yang akan diterapkan dalam sistem Islam adalah pergaulan. Yang mana hubungan antara perempuan dan laki-laki seharusnya dipisah ( _infishal_ ), kecuali dalam beberapa perkara. Lalu yang perlu dilakukan untuk menjaga diri tentunya dengan adanya perintah _gadhul bashar_ (menundukkan pandangan) dan menutup aurat. Kemudian larangan _tabaruj_ (bersolek berlebihan), _berkhalwat_ (berdua-duaan) tanpa mahram, _ikhtilat_ (campur baur), serta pengharam zina atau hal yang mendekati zina. Tentunya negara akan memberikan fasilitas menikah secara syari bagi masyarakatnya yang ingin menghindari perbuatan maksiat.
Tak hanya itu, media akan menjadi salah satu senjata yang dilakukan lawan untuk merusak kaum muslim. Maka negara dengan penerapan sistem islam akan menghentikan segala macam arus yang berkaitan pornografi dan pornoaksi. Semua informasi yang berbau kemaksiatan akan dihapus dan digantikan dengan edukasi umat dan sarana dakwah, sehingga rakyat akan terbagun ketakwaannya dan menangkal segala macam paham negara luar yang merusak (liberalisme, sekulerisme, hedonisme, dll.)
Kemudian negara akan melakukan proteksi dan rehabilitasi bagi masyarakat yang terkena HIV/AIDS padahal bukan kesalahan mereka. Tentunya hal itu dilakukan secara gratis. Tak ketinggalan mengenai ekonomi negara akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat sehingga tidak ada lagi alasan dalam melegalkan perbuatan maksiat. Dan yang paling utama adalah bentuk sanksi, karena saksi atau hukuman yang ada dalam Islam akan memberikan efek jera bagi pelakunya, sehingga menjadi contoh bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa.
Oleh karena itu, masalah ini adalah persoalan sistemis yang solusinya bukan hanya sekedar edukasi bagi individu atau memberikan toleransi bagi orang-orang yang memiliki potensi penularan HIV/AIDS. Namun butuh tindakan tegas yang dilakukan negara, dan sistem-sistem tegas tersebut hanya bisa diterapkan jika sesuai dengan syariat Islam dengan melalui tegaknya khilafah Islamiah. _Wallahu’alam bissawab._