Aceh — Laporan yang bocor melalui platform WhatsApp, yang diyakini berasal dari sumber internal Polres Bireuen, mengungkap dugaan keterlibatan Kapolres Bireuen, AKBP Jatmiko, S.H., M.H., dalam serangkaian praktik korupsi, pemerasan, dan penyalahgunaan wewenang. Dugaan ini tidak hanya melibatkan penyalahgunaan dana negara, tetapi juga tindakan pemerasan terhadap masyarakat, pengusaha, dan instansi pemerintah. Laporan ini sudah diteruskan ke Polda Aceh, Mabes Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai langkah yang mencerminkan keprihatinan mendalam di kalangan internal kepolisian atas potensi dampak merusak terhadap citra institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan penegakan hukum, Selasa (11 Februari 2025).
Penyalahgunaan Keuangan Polres Bireuen untuk Kepentingan Pribadi
Laporan yang terungkap menyoroti 38 dugaan praktik ilegal yang melibatkan Kapolres dan jajarannya. Salah satu temuan paling signifikan adalah pengelolaan dana Mapolres yang sepenuhnya dikuasai oleh pihak tertentu. Dana-dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan negara, seperti dari pengesahan STNK, pembuatan SIM, hingga denda tilang, disalahgunakan untuk keuntungan pribadi. Praktik ini bukan hanya sebuah pelanggaran terhadap kewajiban moral dan hukum, tetapi juga mencemarkan prinsip dasar kepolisian yang seharusnya berfokus pada pelayanan publik, bukan memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan individu.
Pemerasan Terhadap Masyarakat dan Pengusaha: Mengikis Kepercayaan Publik
Laporan ini mengungkapkan adanya dugaan pemerasan terhadap pengusaha dan instansi pemerintah di Bireuen. Terindikasi adanya pemungutan setoran wajib terhadap toko dan hotel dengan dalih biaya pengamanan. Pemerasan terhadap keluarga korban kecelakaan juga ditemukan, dengan alasan fiktif terkait dana Jasa Raharja. Semua ini mencerminkan penyalahgunaan kewenangan yang seharusnya digunakan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, namun justru dipergunakan untuk meraup keuntungan pribadi, merusak integritas institusi kepolisian dan memperburuk hubungan antara aparat penegak hukum dengan publik.
Penyalahgunaan Posisi dalam Pemilu dan Praktik Jual Beli Jabatan: Mencoreng Integritas Demokrasi
Tak hanya itu, laporan ini juga mencatat dugaan keterlibatan Kapolres dalam merusak integritas Pemilu 2024. Terungkap adanya permintaan dana pengamanan dari Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), serta pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh anggota yang bertugas. Lebih mencengangkan lagi, ada indikasi pemotongan dana yang mencapai Rp150 juta dari Panwaslih dan Rp1,5 miliar dari salah satu kandidat Pilkada, sebuah indikasi jelas bahwa praktik pemerasan dan manipulasi anggaran turut merusak prinsip keadilan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu.
Tidak kalah mengkhawatirkan, praktik jual beli jabatan yang terungkap semakin menunjukkan penyalahgunaan wewenang dalam tubuh Polres Bireuen. Anggota yang ingin dipromosikan ke posisi strategis seperti Kapolsek atau KBO dilaporkan diwajibkan membayar sejumlah uang. Praktik semacam ini, yang sangat jauh dari prinsip akuntabilitas dan transparansi, hanya menggerus kepercayaan publik terhadap kepolisian, yang seharusnya menjadi institusi yang menjaga keadilan dan kejujuran.
Korupsi dalam Pengelolaan Anggaran dan Pemerasan Bisnis: Menghancurkan Reputasi Polri
Laporan ini juga menyoroti praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran Polres Bireuen, yang mempengaruhi berbagai aspek operasional. Pengurangan anggaran untuk bahan bakar kendaraan dinas serta pemotongan gaji anggota yang dipaksa menanggung biaya kegiatan Bhayangkari adalah contoh nyata penyalahgunaan anggaran. Bahkan, pemaksaan terhadap istri-istri Kasat dan Kapolsek untuk membiayai kegiatan tersebut semakin memperburuk citra institusi yang seharusnya berfungsi untuk menegakkan hukum dengan adil, bukan mengandalkan praktik koruptif untuk menambah pundi-pundi pribadi.
Kesimpulan: Memulihkan Integritas Polri dengan Langkah Tegas dan Transparan
Meskipun laporan ini memerlukan verifikasi lebih lanjut, fakta yang terungkap sudah cukup untuk menunjukkan adanya pelanggaran serius yang merusak integritas Polri. Polda Aceh dan Mabes Polri tidak dapat menunda lebih lama untuk melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan ini, karena semakin dibiarkan, semakin besar kerusakan yang ditimbulkan terhadap kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Integritas kepolisian adalah aset yang tidak dapat ditawar, dan untuk itu, tindakan tegas harus diambil tidak hanya terhadap individu yang terlibat, tetapi juga terhadap sistem yang memberi ruang bagi praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Polri harus kembali menjadi pelindung dan penegak hukum yang sesungguhnya, bukan bagian dari permasalahan.
Hingga berita ini dipublikasikan, meskipun sudah dilakukan konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Kapolres Bireuen, pesan tersebut sudah dibaca namun pihak terkait belum memberikan tanggapan yang memadai. Dalam hal ini, komitmen terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memulihkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.(A1)