Aceh Utara -- Pada pukul 09:30, Senin 15 Januari 2025, ratusan tenaga honorer yang tersebar di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) Kabupaten Aceh Utara, termasuk guru, tenaga kesehatan, BPBD, serta seluruh non-ASN, menggelar aksi protes di depan Kantor Bupati Aceh Utara.
Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh tuntutan untuk diangkat menjadi ASN, sebagai bentuk pengakuan atas pengabdian mereka selama 15 hingga 20 tahun yang selama ini tidak mendapatkan status yang jelas, baik dalam bentuk pengangkatan maupun kompensasi yang memadai.
Dalam aksi tersebut, hadir sejumlah pejabat penting, di antaranya Pj Sekda Kabupaten Aceh Utara, Dayan Albar SSos MAP; Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Jamaluddin, S.Sos., M.Pd.; Kepala Inspektorat Aceh Utara, Andria Zulfa, S.E., M.Si., Ph.D., CGCAE; Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifudin, S.K.M., M.M.; dan Kepala Satpol PP dan WH Aceh Utara, Adharyadi.
Juru Bicara Aksi Tenaga Honorer, Yoan Puja Kesuma, dengan tegas menyampaikan bahwa mereka menuntut Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk mengangkat tenaga honorer menjadi ASN atau P3K, dengan kejelasan mekanisme dan tata cara pengangkatannya. Setelah bertahun-tahun mengabdi tanpa pengakuan resmi, mereka menuntut keadilan, di mana hak-hak mereka sebagai pekerja yang telah berkontribusi kepada masyarakat tidak diabaikan.
Sekda Kabupaten Aceh Utara, Dayan Albar SSos MAP, dalam pernyataannya menyebutkan bahwa meskipun tes P3K sudah dilakukan, hanya sebagian tenaga honorer yang lulus, sementara lainnya masih belum mendapatkan kesempatan yang sama.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun data R2 dan R3 sudah terdaftar di database BKN, pemerintah daerah masih menunggu petunjuk teknis dari Kemenpan RB untuk melakukan pengangkatan tenaga honorer menjadi P3K secara penuh waktu.
"Kami sudah menginisiasi langkah untuk meminta tenaga honorer diangkat menjadi P3K dengan status penuh waktu, tetapi ini tergantung pada petunjuk teknis dari Kemenpan RB dan BKN," jelas Dayan.
Pernyataan tersebut mencerminkan ketidakjelasan yang terus menerus menghambat proses pengangkatan tenaga honorer. Meskipun pemerintah daerah menyatakan berkomitmen menyelesaikan masalah ini, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil masih setengah hati, tidak transparan, dan sangat bergantung pada regulasi yang belum jelas. Keadaan ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan solusi yang adil bagi tenaga honorer yang telah mengabdikan diri bertahun-tahun, tanpa pengakuan yang layak.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Jamaluddin, S.Sos., M.Pd., menambahkan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan nasib tenaga honorer yang belum lulus P3K, meskipun dengan anggaran terbatas, mereka berusaha menggaji mereka melalui Dana BOS.
Namun, ia juga mengakui adanya pemotongan anggaran dan memastikan bahwa tenaga honorer mendapatkan hak yang setara dengan ASN, tanpa adanya diskriminasi," papar kadis PK Aceh Utara.
Ketidakjelasan yang terus berlanjut adalah bukti nyata dari kegagalan birokrasi dalam memenuhi kewajiban terhadap tenaga kerja yang telah lama mengabdi. (ML)