Yang lebih memprihatinkan, meskipun temuan keuangan tersebut cukup signifikan, hanya sebagian kecil dari jumlah yang seharusnya dikembalikan, yakni sekitar 100 juta rupiah, yang telah diproses. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan kejujuran dalam pelaksanaan proyek serta pengelolaan anggaran publik.
Koordinator Percepatan Pembangunan Aceh (PPA), Tri Nugroho Panggabean, mengungkapkan kecurigaan adanya penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi tersebut, yang disinyalir berusaha menutupi dugaan ketidakwajaran dalam pengelolaan proyek ini. Menurutnya, keberlanjutan proses pengembalian temuan BPK yang tidak tuntas menjadi bukti nyata bahwa kewenangan yang dimiliki oknum tersebut disalahgunakan demi kepentingan pribadi.
Sebagai landasan hukum, Tri mengacu pada Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang secara tegas mengatur mengenai tugas, wewenang, dan etika anggota kepolisian. Tindakan oknum MG, jika terbukti terlibat, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam perundang-undangan tersebut, bahkan berpotensi merusak citra institusi Polri itu sendiri.
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap integritas institusi kepolisian dan upaya untuk menegakkan keadilan, Tri mendesak Kapolda Aceh, Ahmad Kartiko, untuk segera mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan kekuasaan ini. Ia menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan yang seharusnya untuk melayani publik malah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, yang tidak hanya mencederai aturan, tetapi juga merugikan negara dan masyarakat.
“Demi tegaknya keadilan dan menciptakan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik, kami mendesak Kapolda Aceh untuk bertindak tegas dan menindak oknum yang terlibat dalam proyek ini. Tindakan semacam ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh anggota Polri, agar tidak ada lagi penyalahgunaan kekuasaan dalam proyek-proyek pemerintah yang bersumber dari uang rakyat,” pungkas Tri.(A,1)