Mengurai Fenomena Pengangguran Terdidik


author photo

13 Jan 2025 - 08.36 WIB



Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I.
(Pemerhati Masalah Sosial

Sebagian besar orang menganggap bahwa gelar sarjana sudah cukup untuk memperoleh pekerjaan. Namun nyatanya, masih banyak lulusan baru atau fresh graduate yang masih berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan di Kutai Kartanegara (Kukar), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) alami peningkatan yang dikarenakan banyaknya pertumbuhan lulusan baru atau fresh graduate. 

Dijelaskan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kukar, Musniah menyampaikan dalam data yang di upload melalui https://kukarkab.bps.go.id/id. Data tersebut menunjukkan, TPT Kukar pada tahun 2023 tercatat sebesar 4,05 persen dan meningkat menjadi 4,11 persen pada tahun 2024. Peningkatannya sebesar 0,06 persen dikarenakan banyaknya angkatan kerja baru (Korankantim, 29/12/2024).

Peningkatan ini dikarenakan pertumbuhan jumlah lulusan baru dari SMA maupun Perguruan Tinggi yang akan masuk dalam angkatan kerja. Fenomena mencari pekerjaan setelah lulus belum sepenuhnya terserap oleh pasar kerja. Tak heran, masalah serapan tenaga kerja masih menjadi tantangan besar bagi Pemkab Kukar. Dari total 34.236 pencari kerja (pencaker) pada tahun 2024, hanya 1.917 orang atau sekitar 5,6 persen yang berhasil mendapatkan pekerjaan (Radarkukar, 04/01/2025).

Bupati Kukar, Edi Damansyah, juga menegaskan bahwa masalah penyerapan tenaga kerja akan menjadi salah satu fokus utama di tahun 2025. Selain itu, Pemkab juga akan memprioritaskan pembangunan berkelanjutan, terutama di wilayah pedalaman, dan memperkuat pengelolaan keuangan daerah.

Salah Fokus Penanganan

Fresh graduate merupakan orang yang lulus dari perguruan tinggi dan belum memiliki pekerjaan atau belum memiliki pengalaman. Keberadaan mereka merupakan sesuatu yang alamiah, karena setiap tahun berbagai universitas di Indonesia meluluskan ribuan sarjana baru dari seluruh pelosok negeri. Namun sangat disayangkan, dari sekian banyaknya sarjana yang diluluskan, mayoritas dapat dipastikan akan menjadi pengangguran. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dan lapangan kerja yang tersedia.

Pemerintah pun terus berupaya keras menekan angka pengangguran dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui program Kukar Siap Kerja yang disusun untuk memberikan pelatihan dan sertifikat keterampilan sehingga diharapkan mampu menjawab kebutuhan industri akan tenaga kerja yang berkualitas. Setiap tahunnya, Distransnaker Kukar juga menggelar berbagai pelatihan di bidang keterampilan yang sangat diminati oleh industri, di antaranya pelatihan mekanik dasar, operator alat berat, dan sebagainya.

Akan tetapi, langkah tersebut tetap saja membuat pemkab Kukar pontang-panting mengatasi masalah pengangguran di kalangan terdidik. Hal demikian wajar, karena sejak awal pemerintah gagal fokus dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Selama ini, pemerintah hanya fokus pada aspek pasokan tenaga kerja, dan mengupgrade kecakapan individu pencari kerja bukan pada menciptakan lapangan kerja. Bahkan, pendidikan vokasi yang digagas Kemendikbud dengan "mengawinkan" pendidikan dan industri belum bisa menekan laju pengangguran. Sebab, tingginya pengangguran karena makin sempitnya lapangan pekerjaan yang ada.

Mirisnya, di saat yang bersamaan pemerintah justru mengimpor banyak tenaga kerja asing sebagai konsekuensi dari hubungan kerja sama ataupun investasi dari pihak swasta atau asing. Akhirnya, SDM lokal kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Sementara naker asing leluasa menguasai lapangan pekerjaan yang ada, dan menjadikan para pekerja lokal hanya sebagai penonton. Kesempatan untuk bekerja di daerah sendiri menjadi minim. Pengangguran pun akan semakin menjamur.

Maka, cukuplah ini menjadi bukti kegagalan negara kapitalisme dalam menciptakan lapangan kerja dan menyiapkan SDM yang berkualitas, sehingga banyak angkatan kerja lulusan SMK/PT yang tidak terserap dunia kerja. Kapitalisme menjadikan negara abai terhadap kesejahteraan rakyatnya termasuk dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Kalaupun disiapkan lapangan pekerjaan hanya sekedarnya saja. Mereka dijadikan buruh pasar kerja dengan upah murah bagi para kapital. 

Cara Islam Mengatasi Pengangguran

Islam mewajibkan negara mengurus rakyatnya dengan pengurusan yang sempurna. Islam juga memiliki cara tersendiri dalam menuntaskan akar persoalan pengangguran dan turunannya. Pertama, negara menjamin pendidikan yang terjangkau, bahkan gratis untuk semua. Dengan begitu, rakyat dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Selain, itu mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki.

Kedua, negara bertanggung jawab membuka lapangan kerja untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyatnya. Selain membuka lapangan kerja, negara dapat memberi modal kepada para ayah/wali untuk mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. jika individu malas bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka negara berkewajiban memaksa mereka bekerja dengan menyediakan sarana dan prasarananya. 

Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.

Ketiga, negara akan memberlakukan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan. Keempat, negara mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. 

Kelima, kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki. Kaum perempuan tidak wajib bekerja. Fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya (ummu warabatul bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki. Dengan kebijakan ini, lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki—kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh perempuan.

Demikianlah, cara Islam mengatasi pengangguran. Untuk itu, amatlah penting bagi umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya sistem Islam kaffah agar dapat mengurai benang kusut problem pengangguran sehingga terwujudlah kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Wallahua'lam bish shawab
Bagikan:
KOMENTAR