KONTES WARIA, TAK LAYAK ADA!!


author photo

30 Des 2024 - 12.19 WIB



Oleh: Muji Habibah, S.Pd. (Pendidik dan Aktifis Muslimah)

Sehubungan dengan beredarnya platform Great Fest Vol. 4 yang bertajuk Pesta Rakyat Akhir Tahun 2024 yang rencananya dilaksanakan di Pasar Induk Nenang, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara pada Kamis, 26 Desember 2024 menuai reaksi keras dari MUI setempat, pasalnya kegiatan tersebut akan menampilkan kontes untuk para waria. 

Dilansir dari https://kaltimpost.jawapos.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan tegas menolak rencana penyelenggaraan kontes waria yang dikabarkan akan digelar pada Kamis, 26 Desember 2024. Informasi mengenai kontes tersebut diperoleh Ketua MUI PPU, KH Abu Hasan Mubarok, dari salah seorang jamaahnya. 

”Saya sangat terkejut mendengar kabar ini. Sebagai ketua MUI, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan penolakan keras terhadap kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral," tegas KH Abu Hasan Mubarok, Minggu (15/12).

Buntut dari penolakan keras ini, ketua panitia penyelenggara kegiatan tersebut menyampaikan permohonan maaf melalui media massa dan secara resmi membatalkan kegiatan tersebut serta menarik seluruh platform yang beredar baik secara media sosial maupun platform yang sudah tercetak secara print out. 

Meski kegiatan ini sudah dibatalkan secara resmi, kontes semacam ini tidak layak ada dan keberadaan waria ataupun yang termasuk di dalam LGBTQ (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender, Queer) atau juga sering disebut ”kaum pelangi” tidak pantas untuk diberi ruang karena akan membuahkan sebuah pemahaman di tengah masyarakat bahwa mereka boleh diterima dan dibiarkan untuk eksis meski berdalih hanya sekedar hiburan tetap saja kontes waria ini bertentangan dengan nilai-nilai ajaran islam.

Di lain pihak, masih ada saja yang mendukung keberadaan waria (atau yang termasuk LGBTQ) atas nama HAM (Hak Asasi Manusia) dan kebebasan. Realitas ini menunjukkan adanya perang pemikiran yang tujuan utamanya adalah menimbulkan keraguan di tengah kaum muslim. Jika opini ini terus digencarkan secara massif maka tentunya kaum muslim dan masyarakat secara luas akan mengganggap biasa pelaku penyimpangan (LGBTQ) ini dan setuju akan keberadaan mereka di tengah masyarakat. Naudzubillah.

LGBTQ Bagian Dari Arus Global

Perlu dipahami, LGBTQ bukan bawaan lahir. Istilah ‘gen gay’ yang sering disebut sebagai gen yang dapat menentukan orientasi seksual seorang menjadi gay dibantah oleh banyak penelitian ilmiah. Para ilmuwan tidak pernah berhasil menemukan gen homoseksual tersebut. Artinya, ‘gen gay’ hanyalah akal-akalan saja untuk membenarkan tindakan LGBTQ.

Dan tidak berhenti sampai di situ, masih ada konsep HAM, kesetaraan, dan moderasi beragama yang menjadi dasar pijakan menjamurnya perilaku LGBTQ. Kecaman atas “kaum pelangi” ini dianggap tidak pantas sebab pilihan orientasi seksual mereka secara personal dilindungi negara. Negara tidak melarang warganya menjadi waria dan sejenisnya. Itu dianggap sebagai hak asasi, bagian dari kebebasan berekspresi. Parahnya, ada yang menyebut LGBTQ adalah fitrah. 

LGBTQ merupakan agenda global yang sengaja dirancang untuk menghilangkan identitas Islam dari diri kaum muslim. Penyebaran isu ini dilakukan dengan soft power, pelan tetapi pasti, volume kecil tetapi bertenaga. Hal itu terlihat dari upaya Barat dalam mendukung penyebaran LGBTQ ke seluruh dunia dengan melegalkan perkawinan sesama jenis, seperti di Belanda, Spanyol, Argentina, Norwegia, Portugal, Prancis, dan Amerika Serikat.

Selain itu, Badan PBB untuk pembangunan United Nations Development Programme (UNDP) untuk Benua Asia telah meluncurkan proyek “Being LGBT in Asia” dengan dana tidak kurang dari 8 juta dolar AS yang mencakup kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. Negara-negara sasarannya, antara lain: Cina, Filipina, Kamboja, Mongolia, Nepal, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Bahkan, dunia internasional membentuk SOGI (Sexuality Orientation and Gender Identity). Projek yang mendanai setiap komunitas atau lembaga LGBTQ dalam setiap pergerakannya melalui World Bank. Dari sini dapat dilihat betapa kemaksiatan ini begitu terstruktur.

Sehingga, kesimpulannya bahwa keberadaan waria atau apapun yang termasuk LGBTQ saat ini begitu diperjuangkan untuk bisa diterima oleh masyarakat padahal sebagaimana yang diketahui, penyimpangan ini akan menjadi musibah besar bagi generasi mendatang apabila dibiarkan. 

Sikap Tegas Untuk Pelaku LGBTQ

Sejatinya Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan fitrahnya, yaitu naluri (gharizah), kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyah), dan akal. Sedangkan LGBTQ yang dihembus-hembuskan sesungguhnya menyalahi fitrah manusia dalam hal ini naluri melestarikan keturunan (gharizah na’u).

Naluri na’u inilah yang memunculkan rasa kasih sayang di antara manusia dan mendorong manusia untuk memiliki keturunan sehingga manusia bisa terus mempertahankan keberlangsungan jenisnya.
Sehubungan dengan perilaku LGBTQ, Allah Ta’ala menegaskan di dalam QS Al-A’raf bahwa azab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth adalah karena penyimpangan seksual yang mereka lakukan, bukan disebabkan faktor genetik atau bawaan.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada sesama lelaki), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS Al-A’raf ayat 80-81).

Oleh karena itu, berdasarkan pandangan syari’at islam, sikap yang tepat adalah mengecam perbuatan LGBTQ dan membongkar makar para pengusungnya. Jangan memberi mereka panggung dan dukungan untuk mempromosikan kemaksiatan secara luas dan leluasa. Adapun penyimpangan seksual ini seyogianya dicegah semaksimal mungkin sejak awal. Jika mulai terlihat ada gelagat aneh—sikap lelaki yang keperempuanan atau sebaliknya—, segera lakukan antisipasi untuk kembali ke jalan yang benar. 
Islam dengan tegas menetapkan perbuatan dan sanksi bagi pelaku LGBTQ. Tidak tanggung-tanggung, pelaku homoseksual dijatuhi hukuman mati. Semua ulama sepakat dan tidak ada khilafiyah (perbedaan) dalam hal ini. Dalam perspektif hukum Islam, definisi perbuatan seorang hamba sangat mudah dihukumi sebab standar penentu halal atau haram suatu perbuatan adalah syariat Islam, bukan berdasarkan subjektivitas atau hawa nafsu.

Dan pelaksanaan hukum ini hanya bisa dilakukan oleh negara, negara dengan segala kekuatan yang dimiliki mampu menghentikan arus dan eksistensi LGBTQ serta dapat menghukum siapa saja yang masih ngotot untuk menyimpang. Negara yang berlandaskan aqidah islam dan menerapkan hukum-hukum Islam yaitu Khilafah, sehingga wajib bagi kaum muslim mengupayakan tegaknya sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah. Hanya dengan sistem inilah taji kaum liberal pengusung LGBTQ dapat tanggal, tamat tanpa jejak serta tidak ada lagi penyimpangan seksual serupa LGBTQ. Wallahualam.
Bagikan:
KOMENTAR