Kapitalisme Tak Mumpuni Atasi Air Bersih Yang Tak Terpenuhi


author photo

22 Des 2024 - 20.35 WIB


Oleh: Ulfah Noor (Pemerhati Sosial) 

KBRN, Bengkalis: Perumda Air Minum Tirta Terubuk Kabupaten Bengkalis akan mengurangi kapasitas pendistribusian air bersih ke pelanggan menjadi 60 persen mulai Jumat, 6 Desember 2024. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air (IPA) sistem Nano Filter. Kepala Bagian Teknik dan Perencanaan, Harry Kumbara, S.H, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk mendukung pemasangan membran baru yang akan meningkatkan kapasitas IPA Nano Filter dari 50 liter per detik (L/D) menjadi 100 L/D.“Selama proses pemasangan membran ini, pendistribusian air hanya menggunakan pompa dengan kapasitas total 25 L/D dari sebelumnya 50 L/D,” ujar Harry, Kamis (5/12/2024).

Harry memastikan pekerjaan pemasangan ini diupayakan selesai secepatnya agar pelayanan kembali normal."Kami memahami ini berdampak pada pelanggan, namun ini hanya sementara. Kami mohon pelanggan bersabar," tambahnya.Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memastikan kebutuhan air bersih masyarakat tetap terlayani. Pekerjaan pemasangan membran ini diharapkan dapat rampung dalam waktu tujuh hari sesuai target pihak ketiga.
(https://www.rri.co.id/daerah/1171534/distribusi-air-bersih-di-bengkalis-sementara-60-persen).

Air adalah sumber kehidupan. Keberadaannya sangat vital bagi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini. Oleh karenanya, air adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus terus ada dan terpenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Namun terkadang masyarakat harus  mengalami kendala dalam mendapatkan air bersih yang layak. Peliknya pengentasan masalah tentang ketersediaan air bersih masih menjadi persoalan utama masyarakat saat ini apalagi daerah pinggiran kota dan pelosok desa. Sayangnya lagi, pengerjaan dan pengelolaannya bahkan diserahkan pada swasta. Saat pemerintah memberikan kebebasan pada siapapun mengelola sumber daya alam, baik perorangan atau swasta dan asing, dengan segala bentuk kemudahan yang difasilitasi oleh negara, maka tak heran jika kemudian peran swasta dan asing mendominasi pengelolaan SDA yang ada. 

Munculnya masalah air merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Dalam sistem ini, pengusahalah yang berkuasa sehingga apa pun usahanya, asal bisa mendapatkan cuan, akan dilakukan, meskipun bisa merampas hak masyarakat sekitar. Sebagaimana hak mereka mendapatkan air bersih. Paradigma yang benar berasal dari zat pencipta air, Allah SWT. Allah lah pemilik air didunia, kemudian Allah alihkan kepemilikan sementara kepada manusia (baca : kepemilikan Umum masyarakat). Selama ini paradigma kepemilikan air jika disandarkan pada sistem sosialis komunis maka air dikuasai oleh negara dan kepemilikan air jika disandarkan pada sistem kapitalis maka air dikuasai swasta/korporat.

Dalam Islam, sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum tidak boleh dikomersialisasi, justru menuntut negara untuk menerapkan sejumlah kebijakan antara lain: Pertama, larangan monopoli air oleh sejumlah individu. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah). 

Hal ini mengindikasikan larangan korporasi yang melakukan eksploitasi dan eksplorasi air untuk mengeruk keuntungan besar dari bisnis air untuk masyarakat. Adapun pedagang air eceran dalam jumlah kecil merupakan pengecualian. Jika terjadi praktik proteksi seperti ini, negara wajib bertindak. Sebagaimana tindakan Rasulullah saw. dalam kasus Abyad bin Hammal. Abyad bin Hammal, pernah meminta kepada Nabi saw. untuk diberi tanah (yang ia gunakan untuk tambak) garam, yang ada di Ma’rib. Beliau hendak memberikan tanah itu, kemudian ada seorang lelaki yang berkata bahwa itu seperti air yang tidak terputus sumbernya. Walhasil, Rasulullah saw. menarik kembali tanah yang telah beliau berikan itu. Dari kisah tersebut tampak bahwa Nabi saw. semula hendak memberikan sebidang tanah yang berupa tambak garam. Namun, setelah mengetahui di dalamnya ada sumber yang berlimpah, beliau batas melepas tanah tersebut. 

Kehendak Nabi saw. untuk memberikan tanah tersebut menjadi dalil, bahwa hukum asalnya boleh. Lalu menjadi tidak boleh karena ada ‘illat yang melarangnya, yaitu “al-‘idd” (sifat keberlimpahan). Kedua, negara wajib memastikan ketersediaan air di tengah masyarakat. Untuk mewujudkannya, negara wajib melakukan inovasi dan teknologi dengan memanfaatkan riset para ahli. Negara juga akan meminta pendapat mereka untuk melakukan mitigasi jika sewaktu-waktu terjadi kelangkaan air. 

Sumber air akan dikelola dengan memanfaatkan teknologi dan para ahli yang mumpuni dalam bidangnya, fasilitas yang memadai dan lengkap serta penjagaan dari pencemaran sumber-sumber air bersih akan dikerahkan oleh negara. Negara pun akan mengawasi distribusi air bersih untuk semua masyarakat secara merata termasuk untuk kepentingan industri, tanpa memandang untung rugi.

Di sisi lain, pemerintah Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam secara kaffah termasuk dalam pengelolaan harta. Karena sesungguhnya air termasuk harta milik publik sebagaimana halnya energi, hutan, laut, sungai, dan sebagainya. Negara hanya bertindak sebagai pengelolanya sampai bisa dinikmati oleh rakyat. Prinsip pengelolaan ini bersifat untuk pelayanan bukan berbisnis.


 
Dengan menggunakan paradigma dan prinsip pengelolaan sumber daya air dan lingkungan sesuai Islam, ditambah peran politik negara yang sahih, sumber daya air berlimpah yang dianugerahkan Allah akan termanfaatkan secara optimal dan kebutuhan rakyat pun akan terpenuhi. Wallahualam
Bagikan:
KOMENTAR