Insentif Pajak di Saat Rencana PPN naik 12%


author photo

4 Des 2024 - 16.11 WIB


Penulis : Irma Ismail  (Aktivis Muslimah Balikpapan)


Pemberian intensif bebas pajak bagi  pelaku usaha  di wilayah IKN  diputuskan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Fasilitas Perpajakan Dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara yang disahkan pada tanggal 29 April 2024 di Jakarta. Berdasarkan peraturan ini, UMKM yang memenuhi persyaratan akan dibebaskan dari Pajak Penghaslan (PPh)  final dengan tarif 0% hingga tahun 2035 bagi yang  beromzet hingga Rp 50 miliar/tahun.


Kebijakan itu dianggap sebagai peluang emas bagi UMKM  yang beraktivitas di IKN. Adanya kebijakan ini diharapkan  UMKM dapat merasakan keringanan pajak yang signifikan, medorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan di IKN. Selain itu membuat dana operasional  dan pengembangan  bisnis menjadi lebih banyak  disamping membuat  IKN menarik untuk pelaku usaha untuk berinvestasi  besar. 


Kebijakan bebas pajak untuk UMKM yang beroperasi di wilayah IKN menjadi salah satu insentif menarik untuk mengakselarasi perkembangan UMKM. Sebenarnya ini bukanlah hal yang baru, karena pada tahun 2023  Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN. 


Maka terbitnya PMK  Nomor 28 Tahun 2024, memperjelas bagaimana IKN akan berkembang dengan adanya UMKM yang bergerak dan beroperasi di IKN. Meskipun begitu tetap ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh UMKM yang mendapatkan fasilitas ini. 


Persyaratan UMKM penerima insentif pajak adalah  UMKM itu beroperasi di IKN, baik berdomisili atau memiliki cabang di wilayah IKN. Kegiatan usaha di IKN yang dibuktikan dengan terdaftar di KPP IKN atau memiliki indentitas perpajakan di wilayah usaha. Investasi minimal 10 milyar yang dilakukan di wilayah IKN.  Kualifikasi UMKM ditetapkan oleh instansi berwenang dan pengajuan permohonan dilakukan paling lambat 3 bulan sejak berinvestasi. (finance.detikcom 26/11/2024)


*Pajak Memalak Rakyat*


UMKM adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, di mana permodalannya berbeda-beda. Usaha mikro dengan modal paling banyak 1 milyar, usaha kecil modalnya  antara 1-5 milyar, dan usaha menengah modalnya antara   5-10 milyar. Ke semua modal tidak termasuk tanah dan bangunan.


Jika dilihat dari syarat penerima UMKM  yang mendapatkan intensif pajak dengan syarat investasi minimal 10 milyar, maka bisa dikatakan  ini adalah kemudahan yang diberikan untuk usaha menengah saja bukan usaha kecil apalagi mikro. Usaha menengah adalah usaha dalam ekonomi  produktif dan dikatakan sebagai bisnis besar. Jadi pelaku usaha mikro dan kecil sebaiknya tidak berharap dengan intensif pajak ini. Ini semakin membuktikan bahwa kebijakan negara memang untuk kepentingan pelaku bisnis besar saja. 


Diberikan syarat agar pelaku usaha UMKM berdomisili di IKN  tentulah bukanlah   perkara yang mudah, terdapat beberapa tantangan yang para pelaku UMKM ini harus perhatikan sebelum memutuskan  membuka usaha di kawasan IKN. Kawasan IKN adalah kawasan yang masih dalam proses pembangunan, infrastruktur yang masih belum lengkap dan sepenuhnya dapat mendukung aktivitas usaha secara maksimal. 


Selain itu akses transportasi berupa prasarana jalan yang masih belum selesai  di samping tekhnologi dan fasilitas pelengkap lainnya yang juga masih dalam proses pengembangan. Hal itu tentunya akan menjadi hambatan  bagi para pelaku usaha  dalam menjalankan aktivitas usahanya. Ini tentunya sebuah upaya yang lucu, meminta beraktivitas membuka usaha  di wilayah yang  sarana dan prasarananya belum lengkap.


Selain itu tidak  dapat dihindari bahwa adanya kebijakan ini semata-mata  memang untuk para kapitalis atau pemodal besar, di mana standar minimal investasi adalah 10 milyar. Dari sini jelas bahwa Pemerintah tak ubahnya regulator bagi kepentingan para kapitalis yang mau mencoba peruntungan dengan  berusaha di wilayah yang masih minim dengan faslitas yang mendukung dengan insentif pajak 0%. 


Akan tetapi ada  pajak penghasilan per- Januari 2025 ini akan mengalami kenaikan 12%, di mana ini akan dikenakan kepada semua masyarakat atau konsumen. Dari barang elektronik, tanah dan bangunan, perabotan  rumah tangga, makananan dan minuman yang disajikan di hotel, snack dalam kemasan, kendaraan bermotor, pulsa telekomunikasi, kosmetik  dan sabun, pakaian dan barang fashion dan lainnya  serta pelayanan jasa akan dikenakan PPN 12%.


Inilah sistem  ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai jalan untuk mendapatkan pemasukan negara. Bahkan semua hal ada perhitungan  pajaknya, termasuk hal yang merupakan kebutuhan primer. Jangankan produk otomotif bahkan keperluan rumah tangga sehari-haripun tak luput dari pajak yang dibebankan kepada masyarakat umum atau konsumen. Akhirnya pajak bagaikan palak yang memaksa masyakarat.


Jelas bahwa sistem ekonimi kapitalis tidak pernah memberikan solusi yang tuntas. Sebaliknya menimbulkan permasalahan yang baru dan ini terkadang dibuat aturan agar sesuai. Hukum bisa berubah tergantung kondisi. 


Sistem ini berasas pada pemisahan urusan dunia dan urusan agama, meniscayakan aturan kehidupan  berasal dari akal manusia maka tak heran aturan yang ada  akan berubah terus tergantung pada situasi dan kondisi. Serta menguntungkan kepada kepentingan golongan atau seseorang yang mempunyai kuasa.


*Islam Memandang Pajak*


Islam adalah ajaran yang sempurna, tidak hanya memberikan seperangkat aturan terkait ibadah tetapi Islam juga memberikan pengaturan  dalam memberikan solusi atas problematika manusia. Dalam masalah keuangan ada Baitul Mal sebuah  lembaga yang mengelola harta umat Islam yang berasal dari  berasal dari jizyah, usyur, kharaj, ghanimah, fa’I. 


Selain itu, negara juga mendapatkan pemasukan dari infak, sedekah, dan wakaf selain juga dari pengeloaan sumber daya alam oleh negara.  Sumber daya alam adalah kepemilikan umum yang akan dikelola dan diperuntukan kembali kepada rakyat. 


Dari  pemasukan inilah   Islam menjamin kebutuhan dasar bagi seluruh rakyatnya tidak memandang ras, suku bahkan agama. Akan tetapi ketika negara mengalami krisis keuangan maka akan menerapkan yang namanya Dharibah, sebuah pungutan  yang dikenakan khusus kepada kaum muslimin  yang kaya dan mampu saja (selain pemungutan zakat) untuk keperluan kaum muslimin. 


Dharibah bersifat temporer, tidak bersifat kontinu,  dan  ketika urusan negara sudah terpenuhi, dharibah ini tidak dipungut lagi. Dharibah hanya digunakan untuk kemaslahatan umat Muslim. Maka jelas bagaimana sistem Islam  dalam mengurus dan melayani masyarakatnya, tidak mengambil dari masyarakat umum. 


Islam mengatur keuntungan para pengusaha dengan perhitungan zakat, di mana zakat ini nantinya akan diberikan kepada delapan asnab dan bukan diambil negara apalagi dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Semua ini akan menjadi nyata tatkala Islam diterapkan secara menyeluruh dalam  sistem pemerintahan yang berasas pada akidah Islam.
Bagikan:
KOMENTAR