Bagaimana Peran Pemuda Hari Ini?
Mahasiswa kembali melakukan aksi. Dalam kasus ini, yang disuarakan adalah mengenai pembabatan mangrove di Graha Indah, Balikpapan Utara yang dilakukan perusahaan PT 52 Prosperindo. Hendra, selaku coordinator aksi aliansi mahasiswa Balikpapan ini menuntut bahwa perusahaan tersebut telah membabat mangrove tanpa izin lingkungan, Yang mana hal ini juga di akui oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan, Sudirman Djayaleksana.
Namun, respon yang diberikan oleh DLH bahwa pembabatan yang dilakukan oleh perusahaan PT 52 ini perlu ditinjau, kepala DLH Balikpapan ini mengatakan, “Nah, kalau memang ada terkena hutan mangrove di dalam lokasi itu, maka akan dilihat sesuai aturan yang ada,” ucap Sudirman pada kaltimpost (7/12). Adapun menurutnya, perusahaan ini mengajukan 29 hektare namun yang diberikan izin yaitu 17 hektare. Maka tersisa 12 hektare yang masuk dalam kawasan hutan mangrove.
Lanjut, Dirman sapaan akrabnya, menjelaskan adapun sanksi yang bisa diberikan pada perusahaan ialah dalam bentuk penanaman kembali mangrove. Sanksi yang dikenakan bisa berkali lipat, 5 atau 7 kali lipat dari luasan yang ada.
Di satu sisi, keluhan banjir yang juga dikeluhkan oleh warga kawasan Graha Indah katanya sudah tidak dirisaukan lagi karena sudah dilakukan solusi berupa pembangunan tanggul, lebih lanjut banjir yang terjadi itu bukan dikarenakan penataan lahan yang dilakukan oleh perusahaan melainkan akibat dari air laut yang naik ke darat.
Kelompok aliansi mahasiswa yang diketuai oleh Hendra tadi pun bertekad untuk terus mengawal kasus ini sampai tuntas, pihak DLH menilai bahwa mahasiswa tidak sabaran terhadap upaya pemerintah mengenai kasus pembabatan hutan mangrove ini.
Suara Pemuda Bagai Buih di Lautan
Melihat kondisi pemuda hari ini, rupanya masih ada yang berani dengan lantang melemparkan kritikan pada pemerintah. Bahwa peran pemuda memang harus di optimalkan dalam agen perubahan bukan hanya terjebak dan terbatas pada ruang-ruang kelas dengan nilai hitam di atas secarik kertas. Namun tak sedikit pula ditemukan bahwa suara pemuda yang menyuarakan adanya ketidaksesuaian antara regulasi dan implementasi terhenti bahkan berakhir di depan pintu para pemangku kebijakan alias dibungkam.
Tentu perlu dan patut di apresiasi nalar kritis para pemuda yang aktif melakukan aksi, memainkan peran sebagai tempat aspirasi rakyat di era degradasi pemuda yang kian hari kian tumpul pemikirannya. Selain itu, peran pemuda juga telah diatur dalam Islam, bahwa perubahan besar di lihat dari bagaimana kondisi pemudanya. Namun yang perlu di kritisi adalah kira-kira sudahkah para pemuda melihat akar permasalahan secara hakiki? Bukan hanya pada ranah-ranah solusi praktis. Sehingga, peran pemuda akan sejalan dengan apa yang disuarakan yakni solusi tuntas untuk permasalahan ummat.
Pemuda haruslah di instal dengan fikrul Islam yakni pemikiran Islam yang menyeluruh. Sejatinya permasalahan yang masih ruwet dan mumet yang terjadi sampai hari ini baik itu permasalahan banjir akibat penggundulan hutan, baik itu sebelum dan sesudah, akarnya justru berakar dari arah yang kebanyakan atau khususnya para pemuda tidak menyadarinya.
Kapitalisasi Lewat Regulasi
Regulasi erat kaitannya dengan politik. Segala sesuatu yang terjadi hari ini semuanya berawal dari regulasi. Regulasi atau dikenal dengan kata ‘kebijakan’ akan melahirkan tindakan-tindakan dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, dan kesehatan. Kebijakan inilah yang akan mengatur kehidupan rakyat nantinya. Namun, tentu menjadi hal yang krusial dan seharusnya di kritisi oleh para pemuda, sudahkah regulasi yang diterapkan pemerintah hari ini pro terhadap rakyat?
Mari kita lihat. Pertama, para pemangku kebijakan yang ada hari ini hanyalah berperan sebagai regulator yang melanggengkan regulasi yang di kapitalisasi oleh para pemilik modal. Hal ini terlihat dari bagaimana para perusahaan atau pun pihak swasta asing dengan mudahnya mendapatkan izin baik itu mengeruk tambang ataupun memperluas lahan dengan pembabatan hutan. Kemudian terlihat dari bagaimana pemerintah selalu mengatakan kalimat-kalimat klise yang hanya mereda amarah rakyat dan mahasiswa seperti, “nanti kami tinjau lagi,” atau “pemerintah akan segera menindaklanjuti” dan serentetan kalimat klise lainnya. Terlihat. Tentu saja hanya itu yang bisa mereka lakukan karena para pemangku kebijakan telah di perdaya lewat transaksi regulasi kapitalisasi dengan para pemilik modal. Dimana kekuasaan dan uang menjadi hal yang naif untuk di tolak. Semua ini karena penerapan aturan yang memisahkan agama dari kehidupan yakni penerapan aturan sekulerisme yang menomorsatukan prinsip liberalisme.
Kedua, pemuda harus mengkaji Islam politik. Adapun politik yang dimaksud disini adalah politik dalam makna menjadi duta politik Islam, yakni mengurusi urusan ummat secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Sebab Islam juga hadir sebagai mabda atau ideologi ialah berisi pemikiran-pemikiran cemerlang dalam menuntaskan permasalahan dalam skala global.
Inilah yang harusnya dibawa oleh para pemuda untuk ditawarkan, disuarakan sebagai solusi tuntas. Sebab akar permasalahannya bukan terletak pada satu permasalahan saja semisal dalam ranah sosial yakni lingkungan atau dalam ranah ekonomi yakni pendapatan dan lain-lain, tapi akar permasalahannya itu dikarenakan penerapan aturan sekulerisme yang mengatur seluruh aspek ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan kesehatan. Maka aturan sekulerisme ini haruslah diberantas, diganti dengan aturan Islam yang menyeluruh lewat peran suara pemuda yang harus mengkaji Islam politik lalu diopinikan di ranah publik. Sebab jika solusi yang terus ditawarkan pemuda adalah berharap pada pemerintah dengan memperbaiki kembalik kebijakan atau menggonta-ganti kebijakan tentu suara para pemuda hanya akan berakhir menjadi buih di lautan.
Islam dan Politik adalah Mata Uang
Ada yang mengatakan agama terlalu suci untuk dicampur adukkan dengan politik. Sebab politik itu kotor dan agama itu suci. Jika pandangan politik itu dimaknai sebagai kekuasaan, kotor, kolusi dan korupsi, nepotisme dan lain-lain. Maka ini adalah politik ala demokrasi yang menuhankan aturan manusia. Sebab politik dalam Islam bermakna ra’in yakni mengurusi urusan ummat. Untuk mengurusi urusan ummat dibutuhkan kekuasaan, lantas apakah ini bermakna politisasi agama? Menjadikan agama sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Tentu ini cara pandang yang salah dan harus diluruskan.
Islam itu bukan hanya sebagai agama ritual (ibadah maghdah) yang mengurusi ranah peribadahan, nafsiyah. Tapi Islam juga dipandang sebagai way of life, world view cara pandang terhadap sesuatu. Cara pandang inilah yang disebut dengan ideologi, pemikiran-pemikiran yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk melindungi rakyat diperlukan kekuasaan, kekuasaan untuk menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Aturan Islam secara menyeluruh ini hadir dalam semua aspek kehidupan. Aspek yang paling banyak diatur adalah aspek dalam hal sosial, politik, budaya, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Yang mana masing-masing aspek memiliki aturan terperinci dan menjadi urgensitas untuk bekal para pemuda dalam menyuarakan solusi permasalahan rakyat.
Dengan demikian Islam dan politik diibaratkan sebagai mata uang yakni dua sisi yang tidak bisa di dikotomikan atau dipisahkan. Sebab Islam tanpa kekuasaan akan hancur dan begitu pula sebaliknya, politik tanpa Islam justru kerusakan-kerusakan yang didapatkan seperti yang terjadi hari ini.
Aturan Islam ini hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara yang telah menginstall Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan kebijakan untuk menjalankan roda pemerintahan negara. Inilah yang disebut dengan Islam rahmatan lil’alaamiin.
Wallahu’alam bish shawab.