Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Dia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. (Kompas.com)
Polres Aceh Utara menangkap tiga pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap A (14) warga Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Senin (11/11/2024). Kasus itu terungkap setelah ibu korban melaporkan ketiga pelaku ke Mapolres Aceh Utara. Ketiga tersangka MF (23), MS (17), dan NM (15). (Kompas.com)
Anak lelaki juga rentan menjadi korban pelecehan seksual. Sebanyak 171 kasus dalam 11 bulan terakhir, misalnya, terjadi di Jawa Barat. AF (44) tidak berkutik saat warga di Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, mengepung rumahnya pada awal September 2024. Dia hanya terdiam saat warga menuduhnya telah melecehkan dua anak laki-laki.
Korban berusia 11 dan 7 tahun. Rumah korban tak jauh dari tempat tinggal AF. Selama ini, AF dikenal sebagai pemilik tempat jasa penyalur asisten rumah tangga.
Beruntung warga tidak main hakim sendiri. Setelah AF hanya diam, mereka membawanya ke Polrestabes Bandung.
Dari hasil pemeriksaan selama 24 jam, AF mengakui perbuatannya. Dia sudah melecehkan anak-anak itu sebanyak lima kali. AF langsung ditetapkan tersangka tidak lama kemudian. (docs.google.com)
Fakta-fakta di atas menunjukkan kondisi anak yang makin terancam. Sementara keluarga, masyarakat dan negara tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. Ini adalah dampak penerapan sistem sekuler yang merusak naluri dan akal manusia. Negara juga tidak aware pada urusan moral, malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela.
Kondisi ini juga terjadi karena lemahnya keimanan individu, juga buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat.
Sementara peran negara sangat minim dalam melindungi anak dalam berbagai aspeknya, baik pendidikan berasas sekuler, maupun sistem sanksi yang tidak menjerakan.
Islam menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya, termasuk berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan.
Negara berkewajiban menjaga dan melindungi rakyatnya (generasi) dengan mekanisme penjagaan dan perlindungan, melalui penerapan berbagai aturan hukum syara’. Salah satunya yaitu pengaturan media massa, berita dan Informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang akan membawa ketaqwaan dan menumbuhkan ketaatan.
Untuk bisa melahirkan generasi emas yang berkualitas, pendidikan dan pembinaan keluarga sangat berpengaruh. Orang tua yang baik, akan melahirkan keturunan yang baik. Dalam
Al Quran, diperintahkan agar putra-putri dididik supaya lebih berkualitas dari orang tua.
Sebagaimana disebutkan dalam An-Nisa ayat 9, ‘Hendaklah orang-orang itu khawatir, jangan sampai melahirkan generasi yang lemah setelah mereka’”.
Ada tiga ayat dalam Al Quran, yang menjelaskan tiga kondisi keluarga yang berpotensi kondusif melahirkan generasi berkualitas. Pertama, tertera dalam QS Ar Rum: 21, di mana di dalamnya disebut anjuran menciptakan keluarga yang tentram (sakinah), rasa kasih (mawaddah), dan saling menyayangi (warahmah).
Kedua, disebut dalam QS Al Furqan:74. Selain orang tua harus menjadi teladan dan mengawal pendidikan, tapi harus juga menopang dengan doa agar anak tersebut berhasil. “Ayat tersebut bisa dijadikan panduan doa, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai qurrata a’yun (penyenang hati),, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa’,”
Terakhir, tersebut kata munzalan mubaarakan (tempat tinggal yang sarat keberkahan) dalam QS Al Mu’minun: 29. Ciri keberkahan, jelasnya, adalah adanya kenikmatan, maslahat, menghadirkan manfaat dalam setiap kegiatannya, sehat jasmani dan rohani, dan dekat dengan ketaatan pada Allah.
Islam memiliki 3 pilar perlindungan terhadap rakyat termasuk anak, mulai dari ketakwaan individu, peran keluarga, kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi oleh negara yang tegas, dan menjerakan.
Sanksi hukum bagi pezina berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist yakni QS An-Nisa ayat 15-16
Pada permulaan Islam, hukuman bagi pelaku kejahatan zina adalah dikurung di rumah sampai mati dan dicaci maki. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS An-Nisa’/4: 15-16.
Terjemahnya :
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.Sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi maha penyayang.”11
Kemudian sanksi lain dari perbuatan zina yaitu didera seratus kali, berdasarkan pada firman Allah dalam QS Al-Nur ayat 2.
Terjemahnya :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”
bagi pelaku zina muhsan adalah hukuman rajam, yaitu si pelaku dilempari batu hingga meninggal. Adapun pelaku zina ghairu muhsan, sanksi hukumannya adalah hukuman cambuk sebanyak seratus kali.
Menurut hadits sanksi bagi pelaku zina jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya didera seratus kali dan dirajam.”(H.R Muslim).
Semua itu akan terwujud dengan penerapan semua sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara kaffah. Wallahualam.