Ironi Nasib Pekerja Buruh, Islam Memiliki Seperangkat Solusinya


author photo

20 Nov 2024 - 12.50 WIB



Oleh: Aulia Manda, S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)

Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua bahas soal pengupahan.

"Ada perwakilan pengusaha, serikat dan pemerintah, dan itu sejak awal memang kita ingin karena waktu juga tinggal dikit dalam memutuskan upah minimum, makanya ingin PP51/2024 maksimum 0,3 jadi kenaikan kurang lebih 3,5%, kenaikan di luar tadi kita dorong struktur skala upah untuk mereka yang bukan 0-1 tahun, karena ini yang mayoritas," kata Subchan di Jakarta. (CNBC Indonesia/7/11/2024).

Kenaikan Upah buruh tahun 2025 ternyata kecil, dan tidak sepadan  dengan kenaikan pajak tahun 2025. Upah buruh masih terhitung rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup saat ini yang serba mahal. Apalagi dengan adanya ketentuan upah minimum.

Sungguh tragis memang nasib buruh di negeri ini, niat hati mereka bekerja untuk memenuhi banyak kebutuhan hidup yang semakin sulit, sementara berharap kenaikan upah buruh tinggi tapi nyatanya upah yang begitu rendah.

Masalah perburuhan ini muncul disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme dengan doktrinnya tentang peran negara, kebebasan kepemilikan, kebebasan bekerja dan standar penentuan upah.

Sebagaimana diketahui, kapitalisme menggariskan agar peran negara mengatur urusan masyarakat dibuat seminimal mungkin. Kapitalisme mengajarkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok individu masyarakat baik sandang, papan dan pangan menjadi tanggung jawab individu itu sendiri, begitu pula pemenuhan kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Sementara problem yang langsung terkait dengan buruh muncul akibat digunakannya kebutuhan hidup (living cost) minimum sebagai standar penerapan gaji. Pekerja tidak mendapatkan gaji mereka yang seharusnya. Mereka hanya mendapatkan sesuatu yang cukup sekedar untuk mempertahankan hidupnya.

Untuk menambal ini, pemerintah biasanya membuat batas minimal gaji yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya, yang kemudian dikenal dengan istilah upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK) upah minimum sektoral provinsi (UMSP).

Akibatnya, terjadilah ketidakadilan dan eksploitasi para kapitalis terhadap kaum buruh. Bahkan buru juga dianggap sebagai salah satu faktor produksi.

Karena butuh dianggap sebagai faktor produksi dalam sistem kapitalis sehingga dibuat upahnya seminimal mungkin demi mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Konsep upah dalam kapitalisme membuat buruh hidup dalam keadaan pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja, adapun juga upahnya dinaikkan yahh tidak seberapa.

Kondisi ini sesuai dengan regulasi yang ada dalam sistem kapitalisme, yang meniscayakan berpihak pada pengusaha dan merugikan buruh. Buruh bahkan tidak memiliki posisi tertinggi.

Dengan prinsip yang ekonomi yang dianut, nasib buruh tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan karna problem buruh ini dipengaruhi oleh kebijakan sistem dan politik ekonomi. Dan tentu saja persoalan ini adalah persoalan negara. Inilah akibat implementasi kapitalisme dalam mengatur masalah perburuhan secara khusus dan pengelolaan urusan masyarakat secara umum.

Persoalan buruh seperti ini tentu tidak akan muncul dalam sistem Islam, karena negara menjamin kesejahteraan mereka. Soal buruh nanti hanya akan bersifat personal saja.

Di dalam Islam menentukan standar gaji buruh, standar yang digunakan adalah jasa tenaga yang diberikan oleh pekerja sesuai dengan kesepakatan. Jika terjadi perselisihan ada khubara yang menentukan besarnya upah. Buruh dan pegawai negeri sama aturannya, sebab buruh mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat.

Jika terjadi sengketa antara buruh dan pengusaha dalam menentukan upah, maka pakarlah yang menentukan upah tersebut. Pakar ini dipilih kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negara akan memilihkan pakar tersebut untuk mereka, dan negara Islam yang akan memaksa kedua belah pihak ini untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.

Dengan demikian negara tidak perlu mematok upah minimum tertentu. Bahkan pematokan seperti ini tidak diperbolehkan, dianalogikan pada larangan menetapkan harga. Karena, baik harga maupun upah, sama-sama merupakan kompensasi yang diterima seseorang. Bedanya harga adalah kompensasi barang, sedangkan upah merupakan kompensasi jasa. Maka tidak boleh ada pihak lain yang intervensi dalam penentuannya.

Lebih dari pada itu dalam Islam, setiap orang berhak mendapatkan kesejahteraan. Islam menetapkan dua jalan untuk memenuhi kebutuhan.

Pertama, pemenuhan kebutuhan sandang, papan, dan pangan, dibebankan kepada setiap individu masyarakat. Baik dipenuhi langsung atau melalui ayah, wali dan ahli waris. Kecuali tidak mampu/lemah maka negara akan berperan langsung.

Kedua, kebutuhan biaya pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan, ini adalah tanggung jawab negara secara langsung, untuk menyediakan bagi masyarakat. Negara tidak membebani rakyat untuk menanggung sendiri biaya pendidikan, kesehatan dan keamanannya, apalagi dengan biaya yang melambung tinggi. 

Selain itu negara pun memiliki tanggung jawab menyediakan berbagai fasilitas yang memudahkan rakyat untuk berusaha atau bekerja. Mulai dari mudahan permodalan, keahlian, dan regulasi yang mendukung. Adapun subsidi negara dari harta Baitul Mal adalah hak rakyat. Sebagaimana Umar ra mengambil harta Baitul Mal untuk menyediakan benih dan pupuk bagi para petani di Irak. Demikian pula Rasulullah Saw membayar hutang-hutang seorang warga yang tidak mampu. Abu bakar dan Umar ra juga memberikan lahan siap tanam kepada warga untuk menjadi modal usahanya.

Dengan diberlakukan sistem ekonomi Islam, negara akan mampu berperan sebagai penanggung jawab terpenuhinya kesejahteraan rakyat. Lapangan kerja tersedia memadai, kualitas SDM unggul disiapkan dengan tanggungan biaya negara, kebetuhan energi (listrik, BBM, transportasi) bisa dijangkau karena harga relatif murah atau bahkan bisa saja gratis. Ditambah biaya pendidikan dan kesehatan yang diperoleh rakyat secara gratis. Dengan semua mekanisme itu, kebutuhan hidup masing-masing warga negara begitu mudah di dapat. Sehingga buruh dapat hidup standar yang layak.

Maka bekerja akan menjadi salah satu cara seorang muslim menaikkan derajatnya di mata Allah SWT, karena mencurahkan tenaga dan keringatnya untuk beribadah memenuhi kewajibannya dan saja untuk mencari manfaat lebih besar, tetapi juga untuk memberi manfaat lebih besar.

Bekerja bukan menjadi satu-satunya cara memperoleh kesejahteraan. Apalagi menjadi buruh juga hanya salah satu diantara pilihan pekerjaan, karena lapangan kerja tersedia memadai. Posisi tawar buru dengan pengusaha adalah setara. Bagi mereka yang memilih membuka usahanya sendiri maka ada banyak kemudahan disediakan oleh negara Islam, karena buruh juga manusia yang berhak hidup layak.

Wallahu 'Alam Bish-Showab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT