Penulis : Irma Ismail
Pemberian vaksin HPV pada murid-murid perempuan kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar (SD) untuk pencegahan penyakit kanker serviks telah dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadiki mengatakan bahwa sejak tahun 2023 vaksin HPV diberikan secara gratis. Vaksinasi ini akan menjadi bagian dalam program imunisasi rutin selain sosialisasi penyakit kanker serviks di sekolah-sekolah lanjutan (SMA).
Salah satu wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) yaitu di Penajam Paser Utara (PPU) terkait pemberian vaksin HPV melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU memastikan murid-murid perempuan kelas 5 SD di daerah ini mendapatkan vaksinasi human papillomavirus (HPV) gratis demi mencegah kanker serviks. Kepala Disdikpora PPU, Andi Singkerru menjelaskan bahwa pelaksanaan program ini dilakukan sejak bulan Agustus 2024, hanya saja belum ke semua sekolah yang ada. (Kaltimpost.jawapost.co, 4/10/2024)
Kementerian Kesehatan merekomendasikan usia 9-13 tahun sebagai waktu terbaik untuk melakukan imunisasi HPV. Hal ini sangat efektif mencegah kanker serviks jika dilakukan dua kali pada anak perempuan yang belum aktif secara seksual. Dalam hal ini diperkirakan anak SD kelas lima dan enam belum berhubungan seks.
Pemberian vaksin ini mendapatkan respon yang beragam dari masyarakat dikarenakan pemerintah ternyata juga memberikan alat kontrasepsi kepada pelajar SLTA. Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) PPU yang diketuai oleh Ustadz Abu Hasan Mubaroq, mengambil sikap atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi kepada para pelajar SLTA bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Beliau juga menegaskan soal Konsep saddu adz dzari'ah yang dalam Islam melarang kita melakukan sesuatu sehingga dapat memicu terjadinya hal-hal yang lebih buruk.
Sekulerisme Pangkal Masalah
Persoalan pemberian vaksin HPV kepada murid-murid yang duduk di bangku kelas 5 dan 6 SD serta dilakukan secara serentak menandakan bahwa ada persoalan serius yang tengah terjadi di negeri ini dengan merebaknya penyakit kanker serviks. Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021, kanker serviks menempati peringkat kedua setelah kanker payudara.
Data menunjukkan sebanyak 36.633 kasus atau 17,2% dari seluruh kanker pada wanita. Jumlah ini memiliki angka mortalitas yang tinggi sebanyak 21.003 kematian atau 19,1% dari seluruh kematian akibat kanker. Selanjutnya, ampir 95% kanker serviks pada wanita disebabkan oleh virus HPV, yaitu virus papiloma (human papilloma virus) adalah nama kelompok virus yang sangat umum, biasanya menginfeksi kulit atau mukosa.
Infeksi HPV sangat rentan menjangkit perempuan yang aktif secara seksual maupun yang daya tahan tubuhnya rendah. Berganti pasangan lebih dari 6 kali atau berhubungan intim sejak usia di bawah 17 tahun dapat meningkatkan risiko hingga lebih dari 10 kali lipat. Berhubungan seksual dengan pria yang sering berganti pasangan juga berisiko tinggi mengidap kondiloma akuminata (kutil di sekeliling kelamin).
Jika dicermati bahwa yang paling beresiko terkena kanker serviks adalah melalui hubungan seksual dan berganti pasangan. Maka faktor utamanya sebenarnya adalah gaya hidup bebas yang dipengaruhi oleh sistem sekulersme. Sistem yang memisahkan urusan dunia dan akhirat, menjauhkan manusia dari sendi-sendi agama.
Liberalisme yang terlahir dari sistem sekulerisme membuat bebas untuk berbuat apa saja, termasuk dalam berhubungan seksual dengan siapa saja tanpa ikatan pernikahan. Tak jarang ini dimulai dari sejak masih remaja melalui aktivitas pacaran. Tak sedikit yang berulang kali melakukan aborsi.
Sayangnya gaya hidup seperti ini menjadi sebuah pemakluman di masyarakat. Dengan dalih “tidak mau ikut campur masalah orang lain“ menjadi kalimat sakti bagi kehidupan individualisme yang terlahir dalam sistem sekuler ini. Meski masih ada masyarakat yang peduli akan tetapi tidak signifikan dibanding kebanyakan masyarakat. Hukum pun juga tidak tegas.
Pemberian vaksin HPV bisa dikatakan solusi yang tidak menyentuh akar masalah, bahkan menimbulkan masalah baru dan kerugian besar. Perilaku kebebasan yang sudah kebablasan adalah gerbang utama penyebaran virus penyebab penyakit kanker serviks.
Pemberian vaksin HPV secara gratis tentunya tidak gratis bagi Pemerintah. Pemerintah membeli dari perusahaan penyedia vaksin, berapa banyak rupiah yang dikeluarkan. Belum lagi dampak dari seks bebas, penyakit yang akan merenggut masa produktif mereka di usia yang masih belia.
Semua ini adalah akibat dari sistem sekulerisme yang memberikan ruang kebebasan. Selain itu sekulerisme melahirkan lemahnya akidah dan buruknya akhlak para remaja. Kurikulum pendidikan yang ada tak mampu melindungi karena kurikulumnya pun menjauhkan anak didik dari agama.
Islam Solusi Kanker Serviks
Berbeda dengan sistem Islam. Hanya Islam yang mempunyai seperangkat aturan sempurna dan menyeluruh serta sesuai dengan fitrah manusia. Oleh karena itu penanggulangan dan pencegahan kanker serviks bukanlah dengan memberikan vaksin HPV pada anak-anak tetapi memberikan pendidikan berbasis akidah.
Pemerintah dalam Islam tidak akan memberi ruang bagi pelaku gaya hidup bebas. Bak panggang jauh dari api, selama masih memakai sistem sekulerisme dengan ekonomi kapitalisnya maka solusi yang ada tak akan menuntaskan sampai ke akar masalah. Tetapi yang pasti menguntungkan bagi para kapitalis penyedia vaksin ini karena pemerintah akan membeli dalam jumlah besar.
Sistem pengaturan kehidupan dalam Islam sempurna dan memberikan solusi atas seluruh problematika kehidupan manusia. Akidah yang ditanamkan dengan hanya meng-Esa-kan Allah saja mampu membuat kaum muslim mempunyai benteng atas setiap perbuatan yang akan dilakukan. Rasa cinta, rindu dan takut kepada Allah akan teraplikaskan dalam perbuatan sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang terlarang termasuk dalam pergaulan.
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra: 32).
Ayat ini sudah sangat jelas, mendekati zina saja dilarang apalagi sampai melakukannya. Islampun memberikan batas-batas pergaulan, bagaimana bergaul dengan yang lebih tua, sebaya, sesama jenis atau lawan jenis, bahkan Islam merincikan termasuk bagaimana berpakaian yang benar ketika berada di ruang publik dan di rumah sendiri. Islampun merincikan siapa yang bisa dinikahi dan tidak.
Ketika Islam sudah memberikan aturan , merincikan apa yang dilarang untuk dilakukan, maka Islampun akan memberikan sanksi dan menindak tegas siapa saja yang melanggar aturan tersebut, termasuk pelaku perzinahan. Sanksi dalam Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku juga bagi orang lain. Bayangkan saja jika pelaku perzinahan diungsikan (bagi yang belum menikah) atau dirajam (bagi yang sudah pernah menikah atau dalam status pernikahan) tentunya akan menimbulkan rasa trauma bagi yang melihatnya karena sanksi sosial yang diterimanya.
Inilah saatnya kaum muslim dengan dihadirkannya berbagai permasalahan yang ada untuk segera kembali kepada ajaran Islam, mempelajari dengan menyeluruh dan sempurna hingga sampai pada satu kesimpulan bahwa hanya dengan diterapkan hukum Islam secara menyeluruh sajalah semua problematika ini selesai. Islam menjadikan generasi lebih gemilang, sehat raga dan jiwanya juga cemerlang akhlak dan akidahnya sehingga akhirnya layak mendapat predikat umat terbaik.
Wallahu alam bissawab