Refleksi Hari Guru Dunia: Perlu Revitalisasi Guru


author photo

15 Okt 2024 - 07.28 WIB



Oleh: Aulia Manda, S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)

World's Teacher Day atau Hari Guru Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Peringatan Hari Guru Sedunia sudah dilakukan sejak 1994 dalam rangka memperingati penandatanganan Rekomendasi UNESCO/ILO 1966 tentang Status Guru. (Kompas/5/10/2022)

 Peringatan tahun ini mengangkat tema 'Valuing teacher voices: towards a new social contract for education (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan)'. Tema ini diangkat untuk menyoroti pentingnya 'suara' seorang guru. Pasalnya, suara para guru sangat diperlukan agar mereka dapat memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didiknya. Sedemikian penting peran guru, namun fakta di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya. Guru dihadapkan pada berbagai persoalan, diantaranya:

Pertama, gaji yang belum mensejahterakan para guru. BPS mencatat, rata-rata penduduk yang bekerja di bidang pendidikan mendapat gaji Rp. 2. 843.321 per bulan. Berdasarkan data Jobstreet, Rp. 2,4 juta per bulan. Ini termasuk gaji yang sangat rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang mencapai Rp. 11,9 juta per bulan. Gaji guru honorer di Indonesia lebih rendah lagi bahkan kategori tidak manusiawi. Sedangkan guru honorer hanya mendapatkan gaji Rp. 250. 000 per bulan.

Kedua, kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak dari perilaku utama. Diterangkannya sistem pendidikan sekuler dan liberal yang melahirkan kurikulum yang tidak sesuai dengan fitrah dan jati diri sebagai seorang muslim. Akibatnya melahirkan generasi yang rusak. Mereka muslim tetapi pemikirannya sekuler dan sangat liberal yang sangat jauh dari kepribadian Islam. Pergaulan begitu bebas sebebasnya hingga berujung zina dan aborsi, terlibat kekerasan dan kriminalitas. Sehingga kurikulum yang ada bukannya mencerdaskan dan menjadikan siswa berakhlak mulia, tetapi malah menciptakan murid yang minim akhlak dan kualitas akdemiknya kategori rendah.

Ketiga, tekanan hidup yang tinggi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara menyebabkan guru harus mengeluarkan banyak biaya untuk hidup. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, transportasi, pendidikan untuk anak, kesehatan dan kebutuhan lainnya. Mana harga barang terus naik, sementara gaji tetap. Akibatnya, sebagian guru terpaksa melakukan kerjaan sampingan, misalnya mengajar les privat, berbisnis, ngojek, dll. Kerasnya kehidupan dengan himpitan ekonomi seorang guru tidak bisa fokus dan optimal dalam mendidik murid-muridnya.

Keempat, Guru yang tak dihargai sepatutnya, hanya dianggap sebagai faktor produksi demi memenuhi target produksi. Guru tidak dipandang sebagai pendidik generasi penerus. Yang berakibat penghormatan murid terhadap guru juga semakin terkikis. Dunia pendidikan minim ruhia dan didominasi oleh nilai materi.

Kelima, pendidik siswa tata kehidupan sekulerisme pun mempengaruhi jati diri guru, sehingga tega melakukan tindakan buruk pada siswa, berupa kekerasan  fisik maupun seksual, bahkan mengakibatkan siswa meregang nyawa. 

Melihat semua fakta persoalan seputar guru hari ini di Indonesia. Sebabnya, kita butuh solusi sistemis untuk menyelesaikan secara tuntas hingga terwujud guru yang berkualitas dan selanjutnya menghasilkan generasi tak hanya cerdas akademik tetapi juga generasi yang bertakwa kepada Allah dan Rasulnya.

Maka dalam hal ini, Islam memiliki sistem pendidikan yang mamapu menghasilkan guru yang berkualitas, bersyaksiyah Islamiyah, kemampuan terbaik, dan mampu mendidik siswanya dengan baik pula.

Islam sangat menghormati dan memuliakan guru, diantaranya:

Pertama, memberikan Gaji yang tinggi. Negara menghargai jasa para guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus umat dengan memberikan gaji yang tinggi.

Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar.

Dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun.

Az-Zahrani juga menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat keilmuan seorang ulama, gajinya makin besar. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadis paling populer pada masanya, mendapatkan gaji tahunan mencapai 40.000 dinar atau setara Rp255 miliar.

Kedua, Negara menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang bertujuan mencetak output orang-orang yang berkepribadian Islam, yakni orang-orang yang bertakwa, sekaligus memiliki kualitas keilmuan yang tinggi, baik dalam tsaqafah Islam maupun sains teknologi. 

Ketiga, Negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk para guru. Sandang, pangan, dan papan tersedia dengan harga terjangkau. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan tersedia gratis. Hal ini mengkondisikan guru bisa fokus dan optimal pada tugasnya mendidik murid.

Keempat, Islam mengharuskan calon guru ber kriteria tinggi, karena tugasnya berat, yaitu menjadi pembentuk syaksiyah Islamiyah pada diri anak didik. Sistem Islam memastikan kualitas guru dengan menetapkan kriteria yang tinggi.

Dalam Islam, guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pendidik generasi umat Islam. Corak peradaban Islam ditentukan oleh para guru. Oleh karenanya, para guru haruslah orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Negara akan menguji para calon guru sebelum mereka dinyatakan layak mengajar.

Rasulullah saw. bersabda tentang profil guru, “Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak.” (HR Bukhari).

Kelima, Negara memfasilitasi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dengan berbagai fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya secara gratis sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.

Keenam, Dukungan sistem. Di dalam Islam, semua pihak yang terkait dengan pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan negara bekerja sama dengan baik. Ketiganya menjalankan peran masing-masing dengan optimal dan bersinergi mencetak output pendidikan sesuai harapan Islam. Negara mendukung peran guru bukan hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga penerapan sistem pergaulan, informasi, media massa, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak akan ada kasus orang tua yang lepas tangan terhadap pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah/guru, kemudian ketika ada masalah justru menyalahkan guru.

Semua mekanisme ini akan mewujudkan profil guru sebagai pendidik generasi umat Islam. Sebagai hasilnya, umat Islam akan menjadi pemimpin dalam ketinggian ilmu pengetahuan dan kemuliaan akhlak. Itulah sebabnya, ketika dahulu peradaban Islam tegak, banyak orang-orang asing bahkan dari kalangan bangsawan yang ikut bersekolah di Daulah Islam. Mereka ingin mencicipi pendidikan yang terbaik pada zamannya.

Inilah gambaran jika Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang menghasilkan generasi terbaik yang bertakwa dan guru-guru yang hebat dan berkualitas. Dan tentunya para guru adalah hamba yang takut pada Allah.

Wallahu'alam bish-shawab.
Bagikan:
KOMENTAR