Oleh : Sri Mulyati
(Pemerhati Sosial)
Buntut dari pemadaman listrik berjam-jam di sejumlah wilayah di Kabupaten Berau, membuat warga beramai-ramai mendatangi kantor PT PLN UP3 Berau untuk melakukan aksi unjuk rasa, Rabu (18/9/2024).
Hingga menjelang dini hari, tepatnya pukul 02.26 WITA, situasi massa semakin tidak kondusif. Warga yang kesal melakukan sejumlah pengrusakan di sekitar wilayah gedung kantor. Seperti tiang bendera, baliho, jendela dan lain sebagainya, yang juga disertai kepulan asap hitam dari ban yang dibakar warga.
Menutut Manager PT PLN UP3 Berau, Rizki Rhamdan Yusup mengatakan, penyebab pemadaman yang terjadi belakangan diakibatkan karena pemeliharaan pembangkit di PLTU Lati dan Teluk Bayur sehingga daya tampung menjadi berkurang. (https://kaltimtoday.co/padam-listrik-berjam-jam-warga-geruduk-kantor-pln-berau-sejumlah-fasilitas-dirusak).
Padamnya lampu selama berjam-jam mengakibatkan terganggunya layanan publik. Tentu merugikan masyarakat baik skala rumah tangga apalagi yang mempunyai usaha. Ironi daerah kaya SDAE, namun krisis energi listrik. Mestinya dengan energi berlimpah dapat memproduksi pasokan listrik secara maksimal dengan memperbaruhi/menambah mesin/instalasi baru sehingga kebutuhan listrik masyarakat tercukupi. Namun malah sebaliknya, berarti ada kesalahan dalam pengelolaan kekayaan alam Berau selama ini.
Yaitu terjadinya Liberalisasi SDAE di Berau ini, akibat konsekuensi penerapan kebijakan sistem ekonomi kapitalisme yang disahkan melalui demokrasi. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa menghalalkan swasta atau asing mengelola kekayaan negeri ini. Akibatnya sebanyak apapun cadangan SDA yang dimiliki, maka rakyat akan selalu kekurangan dalam pemenuhan listrik.
Sistem kapitalisme juga yang mengendalikan seluruh wilayah negeri kaya SDAE melalui demokrasi demi kepentingan/keuntungan pribadi/korporasi semata, bukan untuk masyarakat. Alhasil rakyat dapat dampak pembatasan energi listrik, cukuplah jadi bukti negara abai pemenuhan hak asasi komunalnya rakyat sendiri. Lantaran negara berperan sebatas legulator dan fasilitator yang menjunjung keinginan para kapital.
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang menjadikan fungsi negara sebagai pengurus sekaligus pelindung umat. Seluruh kebutuhan umat diurusi oleh negara. Negara menjamin seluruh rakyatnya akan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Misalnya kebutuhan listrik yang merupakan kebutuhan amat penting pada zaman sekarang. Karena listrik kebutuhan komunal rakyat, wajib dipenuhi oleh negara.
Dengan keberlimpahan SDA, sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik setiap warga. Kecukupan ini akan terwujud manakala kekayaan alam yang menguasai hajat publik ini terkelola dengan pandangan syariat Islam.
Sebab listrik merupakan harta kepemilikan umum. Rasulullah Saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) yang dapat menyalakan barang elektronik. Dalam hal ini, listrik termasuk kategori “api” yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Batu bara yang merupakan bahan pembangkit listrik, termasuk dalam barang tambang yang jumlahnya sangat besar. Atas barang tambang yang depositnya banyak, haram hukumnya dikelola oleh individu atau swasta.
Islam mewajibkan negara yang mengelola kepemilikan umum hasilnya dikembalikan untuk manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat bisa dalam bentuk subsidi atau tunai. Sehingga kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, kebutuhan listrik, dan lainnya akan terpenuhi dengan harga murah bahkan gratis.
Demikianlah pengaturan kekayaan alam dalam Islam bertujuan semata-mata untuk kemaslahatan umat. Jika ingin mewujudkan hal tersebut maka kembali pada Islam secara kaffah.
Wallahu’alam.