Mengembalikan Peran Politik Pemuda Muslim Dalam Upaya Mewujudkan Perubahan Hakiki


author photo

10 Okt 2024 - 11.30 WIB


 
Oleh: Winarti Ahmad 
( Pemerhati Sosial)
 
Huru-hara pemilihan Presiden (Pilpres) telah berlalu, selanjutnya kita dihadapkan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan digelar serentak pada 27 November mendatang. Dalam rangka persiapan Pilkada, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalimantan Timur menggelar sosialisasi pendidikan politik kepada generasi muda di Balikpapan, Kamis (26/9/2024).

Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan partisipasi pemilih muda, khususnya dari kalangan pelajar dan mahasiswa dalam proses demokrasi yang melibatkan pemilihan Gubernur, Walikota, serta Bupati. Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Kaltim, Fatimah Waty berharap melalui kegiatan ini, para pelajar dan mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya partisipasi dalam Pilkada. (Portalkaltim.co, 26/9/2024).
 
Di kesempatan lain pada  pertengahan September lalu puluhan pelajar dari SMA Budi Luhur Samarinda juga melakukan kegiatan kunjungan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Timur. Mereka belajar berdemokrasi secara cerdas pada pemilihan kepala daerah, salah satunya menguasai teknis penyaluran hak suara. 

Sebanyak 40 siswa diterima langsung oleh KPU Kaltim. Pendidikan politik ini diharapkan KPU Kaltim dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para pelajar tentang pentingnya menggunakan hak pilih mereka secara bijak dan bertanggung jawab. (Antarakaltim.co, 5/9/2024)
 
Jika dilihat data pemilih di beberapa daerah, jumlah pemilih dari kalangan generasi muda  cukup besar dan hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Di Kaltim sendiri ada dua generasi kunci, yaitu Generasi Z dan Milenial akan menjadi faktor penentu dalam hasil pemungutan suara pada Pilkada 2024. Dari hasil riset awal Lembaga Penelitian Masyarakat Milenium (LPMM), terungkap fakta mengejutkan bahwa suara pemilih dari dua generasi ini sangat dominan. Pemilih dari Generasi Z dan Milenial mencapai sekitar 61 persen dari total pemilih di Kaltim. (RRI.co.id, 14/9/2024)
 
 *Demokrasi Menjerat Potensi Politik Pemuda* 
 
Jumlah Generasi Milenial dan Gen Z yang cukup besar sejatinya memperlihatkan bahwa potensi generasi muda sangat bisa diperhitungkan. Namun, di tengah sistem Demokrasi peran politik pemuda hanya sebatas keterlibatan mereka dalam pemilu dan sasaran empuk untuk mendulang suara demi melaju ke kursi kekuasaan. 

Terbukti ketika suara mereka dibutuhkan  para pemuda dirangkul dan diberi panggung. Sebaliknya ketika mereka menyuarakan  perubahan, mengkritik kebijakan demi kepentingan rakyat, demokrasi tidak menyebut sebagai peran politik bahkan para pemuda tidak diberikan ruang untuk berdialog. Apalagi memenuhi tuntutan, mereka justru dikriminalisasi atas dasar mengganggu ketertiban dan keamanan. 

Di satu sisi kita dihadapkan fakta para pemuda yang cenderung apolitis, tidak mau tahu dan tidak peduli. Dalam hal negara mereka dipimpin oleh siapa dan dengan cara bagaimana tidak akan berpengaruh terhadap mereka. Sejatinya pemikiran mereka sudah dikuasai paham hedonisme, di mana mereka hidup hanya untuk mengejar dan menikmati kesenangan. 

Ditambah dengan budaya individualis membuat mereka semakin tidak peduli apa-apa kecuali diri mereka sendiri. Apapun yang menimpa lingkungan, ummat dan bangsa dipandang bukan urusan dan masalah mereka. Akibatnya ketika mereka menghadapi masalah hidup nampak jelas identitas mereka sebagai generasi galau yang mudah terjerat masalah tanpa tahu apa solusinya. Ujung-ujungnya kecanduan miras, konsumsi narkoba dan parahnya tidak sedikit yang berujung mengakhiri nyawa. 

Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan demi memperkukuh hegemoni penjajahan kapitalisme, mulai dari mengaruskan definisi peran politik ala demokrasi, menstigma lawan ideologinya, hingga melahirkan sikap represif. Wajar jika kebebasan ala demokrasi hanyalah hipokrit dan ilusi bagi tumbuh suburnya budaya kritik. 

Peran para pemuda juga dibonsai dengan pemahaman politik yang salah ala sistem sekuler demokrasi. Sejak di pendidikan dasar hingga tinggi, demokrasi semata tersaji sebagai sistem terbaik. Bahkan, apa pun persoalan bangsa dan penderitaan rakyat, tuntutan perubahan tidak boleh keluar dari lingkaran sistem demokrasi. Jadilah politik terbatas pada upaya meraih kekuasaan dan peran politik pemuda dalam demokrasi sebatas dalam pergantian kekuasaan rezim saja. 

Alhasil para pemuda muslim yang menyadari kerusakan di negeri ini serta berusaha menyuarakan perubahan mereka   terus menerus berada dalam kubangan racun-racun demokrasi. Kondisi ini semakin parah karena sejatinya mereka tidak memiliki gambaran jelas bagaimana metode yang harus mereka tempuh agar terwujud perubahan hakiki, maka dari sini bisa dipastikan kegagalan ada di depan mata.

 *Pemuda Bervisi Politik Islam* 

Pemuda dalam Islam wajib beraktivitas politik. Mereka mengoreksi kebijakan penguasa yang tidak membela kepentingan umat, ataupun ketika penguasa lalai terhadap tugas utamanya mengurusi kepentingan umat. 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zalim.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, An-Nasa’i, Al-Hakim). 

Pemuda tidak boleh diam. Mereka harus berbicara yang hak, berdiri melawan kezaliman yang mengancam kedaulatan bangsa, serta memaksimalkan semua potensi keimanan, kecerdasan, dan keberaniannya. Para pemuda juga seyogyanya melakukan sejumlah hal.
Pertama, menghujamkan keimanan bahwa Islam adalah agama yang paripurna, mengatur urusan dunia dan akhirat, bukan sekadar spiritual. 

Kedua, mengkaji Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ilmu pengetahuan. Mereka terikat dengan syariat Islam hingga bisa menilai baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam. Ketiga, senantiasa memiliki sikap berpihak pada Islam, bukan netral. Apalagi oportunis demi mencari keuntungan duniawi. Mereka pun memiliki visi politik yang islami, bukan mengambil nilai-nilai demokrasi. Selanjutnya, ku eempat, terlibat dalam dakwah Islam demi tegaknya Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Al-Qur’an telah merekam keteguhan iman dan kesungguhan perjuangan para pemuda Kahfi hingga mereka mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah Taala. 
Ingatlah sabda Nabi Saw., wahai pemuda, “Janganlah kalian menjadi imma’ah (suka ikut-ikutan)! Kalian berkata, ‘Jika manusia berbuat baik, kami pun akan berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kami juga akan berbuat zalim.’ Akan tetapi, kukuhkan diri kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian juga berbuat baik. Jika mereka berbuat buruk, jangan kalian berlaku zalim.” (HR At-Tirmidzi). 

Sebagai pemuda muslim, seyogyanya memiliki idealisme tinggi. Mereka memegang teguh prinsip Islam. Pemuda dalam Islam dicontohkan oleh Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khaththab, Mush’ab bin Umair, dsb. Para pemuda pada zaman Rasul Saw. ini menjadi pembela Islam hingga akhir hayatnya. Mereka senantiasa terikat dengan aturan Islam dan teguh memperjuangkan penerapan Islam. 

Harapannya, pemuda saat ini dapat meneladani mereka. Jangan justru terjebak dengan kapitalisme, sekularisme, materialisme, hedonisme, demokrasi, dan pemikiran Barat lainnya. Jangan pula mau menjadi perpanjangan tangan Barat untuk menghancurkan Islam. Pemuda bervisi politik Islam, pemuda seperti inilah yang ditunggu ummat. 
Wallahu’alam bisshowab
Bagikan:
KOMENTAR