Islam Selamatkan Rumah Tangga dari Perceraian


author photo

17 Okt 2024 - 14.38 WIB



Oleh : Delvia

Kasus perceraian di Indonesia terbilang cukup tinggi khususnya Kalimantan Timur (Kaltim). Sampai saat ini kasus perceraian di Kaltim mencapai 3.360 kasus perceraian. Salah satu daerah di Kaltim yang angka perceraiannya tinggi yaitu Balikpapan. Pada awal semester 2024 saja di  Balik papan terdapat  perceraian 823 kasus perceraian, ini merupakan angka yang cukup tinggi apalagi terus bertambah jumlahnya.

Tingginya angka perceraian saat ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya masalah ekonomi, masalah ketidakcocokan dalam bersikap, perselingkungan, istri lebih mapan dari suami,  KDRT dan sebagainya. Sehingga  perselisihan  terus menerus terjadi dalam rumah tangga.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya perceraian salah satunya dengan mediasi. Dalam proses persidangan, pihak dari pengadilan agama berusaha mencarikan  solusi untuk kedua pasutri mencari jalan damai supaya tidak terjadi perceraian. Namun sampai saat ini mediasi belum mampu mengatasi perceraian.

Sistem Kapitalisme Menumbuh Suburkan Perceraian

Melihat tingginya kasus perceraian saat ini patut menjadi perhatian semua pihak  untuk mencari akar permasalahan dan solusinya. Kasus perceraian sesungguhnya merupakan masalah sosial yang tidak lepas dari realitas terjadi di tengah masyarakat. Artinya  masalah perceraian tidak akan lepas dari nilai maupun prinsip hidup yang ada di tengah masyarakat.  Prinsip ini lahir dari sistem hidup yang mempengaruhi cara pandang masyarakat, termasuk mengenai rumah tangga. Prinsip hidup ini juga yang akan mendukung langgengnya pernikahan.

Prinsip hidup ini juga merupakan sebuah sistem yang dianut oleh negara dalam mengambil berbagai kebijakan. Saat ini sistem yang dianut oleh negeri-negeri muslim adalah  sistem kapitalisme sekuler.  Sistem ini menjauhkan umat dari pemahaman agama. Agama tidak boleh dipakai dalam mengatur kehidupan manusia kecuali masalah ibadah.

Tentu hal ini membuat aturan-aturan hidup khususnya dalam pernikahan tidak boleh diatur agama sehingga dalam pernikahan tersebut tidak ada panduan. Walhasil antara suami dan istri tidak paham dengan tugas dan kewajiban mereka masing-masing. Suami tidak paham kewajibannya sebagai kepala rumah tangga yang tugasnya mencari nafkah dan mendidik istri serta anak-anaknya. 

Sedangkan istri juga tidak paham dengan kewajibannya mengurus suami dan anak-anaknya. Walhasil dalam rumah tangga tersebut sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang mengakibatkan perselingkuhan dan KDRT. Bahkan sampai terjadi tindakan kriminal seperti pembunuhan.

Selain itu penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kesenjangan ekstrem antara si kaya dan si miskin. Penguasaan kekayaan oleh segelintir orang telah berdampak pada kemiskinan di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para perempuan terpaksa keluar rumah dan berjibaku dalam menopang ekonomi keluarga.

Tentu saja, tempat kerja yang tidak ramah dan sistem pergaulan yang rawan godaan telah berkontribusi pada rapuhnya rumah tangga. Perselingkuhan seakan menjadi drama harian yang tersaji di pemberitaan media. Sementara itu, industri gaya hidup yang terus merangsek masuk dalam institusi keluarga telah menggeser pemahaman mengenai keinginan dan kebutuhan dalam rumah tangga.

Konsumerisme juga terus menggejala. Tuntutan gaya hidup tidak sedikit membuat kaum perempuan lapar mata, padahal penghasilan suami pas-pasan saja. Apalagi saat ini lapangan pekerjaan laki-laki lebih sedikit dari pada perempuan,  sehingga tidak sedikit terjadi ganti peran dalam rumagh tangga.

Pandangan Islam
Membentuk rumah tangga merupakan bagian dari syariat. Untuk itu, Allah menggariskan sejumlah hukum agar dalam menjalankan biduk rumah tangga senantiasa dalam petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Allah membebankan kewajiban kepada laki-laki sebagai pemimpin (qawwam) dan kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt.

Kewajiban ini merujuk pada syariat yang Allah tetapkan. Allah Swt. berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34).

Lalu hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya.”

Laki-laki maupun perempuan, keduanya wajib memahami konsekuensi dari amanah yang Allah tetapkan di pundak masing-masing. Tidak sibuk menuntut hak karena kewajiban keduanya telah dipahami satu sama lain. Ini karena lalai terhadap kewajiban berarti pembangkangan terhadap syariat.

Sementara itu, negara berperan besar dalam menyiapkan warganya untuk memasuki jenjang pernikahan. Jika yang ditakutkan saat ini karena kurangnya ilmu, dalam masa Kekhalifahan Islam, negara akan aktif melakukan edukasi mengenai pernikahan. Di dalamnya tentu meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan aspek rumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dll. 

Walhasil dengan penerapan Islam tidak akan terjadi perceraian. Allah tidak menyukai terjadinya perceraian sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah yang berbunyi ’’ Sesuatu yang  halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian’’.

Islam sangat memahami bahwa rumah tangga berperan besar dalam menjamin keberlangsungan peradaban. Ini karena setiap keluarga terintegrasi dengan tanggung jawab masa depan bangsa dan negara, bahkan peradaban manusia.

Masalah yang terjadi hari ini menjadi kompleks karena sistem kehidupan yang sedang berjalan. Rumah tangga dihadapkan pada sistem sosial yang amburadul, sistem ekonomi yang tidak manusiawi, juga sistem hukum yang berlandaskan pada nilai kebebasan. Sistem politik pun demikian, berlandaskan pada akal pikir manusia, sedangkan syariat Islam seputar pernikahan dan rumah tangga bersifat parsial semata.

Dengan demikian, selama konsep-konsep sekuler kapitalisme ini berlangsung, institusi pernikahan akan terus menghadapi guncangan. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan institusi rumah tangga selain kembali pada syariat-Nya secara kafah. Wallahua’lam
Bagikan:
KOMENTAR