Peringatan Darurat dan Arah Perubahan


author photo

12 Sep 2024 - 07.18 WIB


Oleh: Kasmawati A.Md 
(Pemerhati Sosial Masyarakat)

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Kalimantan Timur Bergerak (MAKARA) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gerbang Universitas Mulawarman, Jalan M. Yamin, Samarinda, Kamis (22/8). 

Mereka turun ke jalan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikhawatirkan dapat dibatalkan oleh revisi Undang-Undang Pilkada yang saat ini sedang dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. 

Aksi tersebut dimulai sejak pukul 15.00 WITA dan jumlah massa terus bertambah seiring berjalannya waktu. Mahasiswa dari berbagai fakultas tampak bergabung dalam aksi ini. Mereka membawa spanduk dan poster yang berisi seruan untuk menyelamatkan demokrasi dan menolak campur tangan DPR RI yang dianggap merugikan rakyat.
(https://mediakaltim.com/mahasiswa-kaltim-bergerak-tolak-revisi-uu-pilkada-di-depan-gerbang-unmul/) 

Dari pusat hingga daerah ramai menyerukan peringatan darurat di media sosial. Peringatan darurat ini pun diekspresikan melalui aksi demontrasi, tak ketinggalan mahasiswa Kaltim pun turut serta. 

Demonstrasi mahasiswa di tengah peliknya persoalan bangsa bak angin segar pada siang hari. Peristiwa ini membuat siapa saja yang menginginkan perubahan, memiliki secercah harapan dalam keterpurukan. 

Aktivitas memuhasabahi (mengoreksi/mengkritik) penguasa merupakan hak rakyat yang harus dilindungi dan dijamin oleh negara. Sejatinya rakyat merupakan pemilik kekuasaan. Mandat kekuasaan diberikan rakyat pada penguasa yang terpilih. Dalam menjalankan kekuasaannya, jika ada pelanggaran terhadap hak-hak rakyat oleh penguasa, rakyat berhak melakukan protes salah satunya dalam bentuk demonstrasi. 

Muhasabah juga penting bagi berjalannya pemerintahan karena akan memposisikan penguasa agar tetap berada di jalur yang benar, yaitu mengurusi rakyat. Tanpa muhasabah, negara bisa salah arah, bahkan bisa jatuh ke jurang kediktatoran dan tirani. 

Demokrasi pada dasarnya erat dengan politik transaksional yang mana kebijakan bisa diperjual belikan serta mengantarkan makin kuatnya oligarki. 

Demokrasi pula yang menjadikan pemimpin tidak bisa dan enggan menerapkan syariat Islam, sebab demokrasi lahir dari sekularisme, yaitu cara pandang tentang kehidupan yang memisahkan agama dan negara. 

Maka seharusnya arah perubahan bukan hanya sebatas penolakan UU tetentu tapi perubahan besar itu harus menyertakan perubahan ideologi agar perubahannya mendasar hingga ke akar. Sekularisme sebagai penyebab agama terlempar dari kehidupan manusia dan bernegara harus dibuang beserta sistem pemerintahan yang menancapkannya, yaitu demokrasi. 

Sudah saatnya kembali ke ideologi Islam beserta sistem pemerintahannya, yaitu Khilafah. Ini karena hanya ideologi Islam satu-satunya ideologi sahih dan terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. Jangan mau ditunggangi kepentingan politik yang melanggengkan sistem demokrasi. Jika hanya berganti rezim tanpa berganti sistemnya. Ibarat keluar mulut harimau dan masuk mulut buaya, sama-sama menderita. 

Dengan demikian, semua elemen rakyat harusnya menolak demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam agar kehidupan kembali berkah. 

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf [7]: 96). Wallahu'alam
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT