Lapas Over Kapasitas, Bukti Meningkatnya Kriminalitas


author photo

13 Sep 2024 - 08.01 WIB


Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Pendidik)

Siapa yang tidak mengenal istilah Lapas ? Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Bagaimana kondisi Lapas di Indonesia?

Direktur Pelayanan dan Pengelolaan Basan dan Baran Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Heni Yuwono mengatakan bahwa lembaga permasyarakatan (lapas) di Indonesia bisa dikatakan tak manusiawi. Hal itu dikarenakan kapasitas lapas yang jauh lebih kecil daripada jumlah penghuni lapas. (Sumber : Kompas,2022)

Bukan hanya di pusat, di daerah pun sama permasalahannya. Lapas Kelas IIA Bontang mengalami krisis over kapasitas yang parah, dengan tingkat keterisian mencapai 400 persen dari kapasitas. Lapas Kelas IIA Kota Bontang sebenarnya hanya mampu menampung sekitar 360 orang, namun jumlah warga binaan terus meningkat dari 1.600 orang pada Agustus 2023 menjadi lebih dari 1.700 orang pada 2024. Ini tentu jauh dari kata normal. Bahkan, 70 persen dari 1.700 warga binaan di Lapas Kelas IIA Bontang berasal dari Kutai Timur (Kutim) dan Samarinda.  

/ Over kapasitas, Mengapa? /

Lapas yang mengalami over kapasitas bukti angka kejahatan meningkat. Dilansir dari Pusiknas (Pusat Informasi Kriminal Nasional), ada sebanyak 434.768 kasus kejahatan yang terjadi di sepanjang tahun 2023.

Dari laporan yang sama, terdapat tiga kasus kejahatan tertinggi, Kasus Pencurian dengan Pemberatan (Curat) sebanyak 63,355 kasus, Penganiayaan sebanyak 51,312 kasus, dan Penipuan/Perbuatan Curang sebanyak 49.007. Tingkat kejahatan nasional masih cukup tinggi setiap bulannya. Menurut laporan yang sama, dari Januari-April 2024, terdapat 138.880 kasus kejahatan.

Mengapa kejahatan begitu mudah menjamur di kondisi sekarang? Jawabannya tidak lain karena memang kita hidup dalam sebuah tatanan kehidupan yang rusak di berbagai sisi. Berbagai macam pelanggaran begitu mudah terjadi di kondisi sekarang.

Pertama, dari sisi individu memang bertindak laku bukan dengan standar yang benar, alias melakukan sesuatu berdasarkan hawa nafsu, bukan standar agama. Kedua, dari sisi masyarakat juga begitu abai terhadap kejahatan. Akan bertindak ketika sudah marak kejahatan terjadi atau bukan mencegah hanya berusaha melaporkan kejadian. Ketiga, dari sisi negara dengan seperangkat aspek yang ada, juga gagal menjaga masyarakat. Kita bisa lihat negara dengan sistem sanksinya tidak mampu membuat efek jera bagi para pelaku kriminal. Bahkan, di dalam Lapas saja masih menjamur kejahatan. 

Inilah potret kehidupan yang berasaskan sekularisme, kehidupan yang menafikkan aturan agama untuk mengatur manusia. Agama tetap diakui tetapi bukan untuk eksis sebagai aturan bermasyarakat dan bernegara. Sebagaimana kehidupan di barat, yang tidak habis pula dengan kasus kejahatan, kehidupan di negeri-negeri muslim juga demikian. Na'udzubillah min zhalik. Lantas, apakah kehidupan seperti ini kehidupan ideal yang diinginkan oleh kita sebagai hamba Allah dan umat Rasulullah ?

/ Pandangan Islam tentang Kejahatan /
Al-Muhami ‘Abdurrahman al-Maliki, dalam kitabnya, Nizhaam al-‘Uquubaat, menjelaskan batasan tindakan atau perbuatan kriminal sebagai berikut,

“Perbuatan kriminal adalah perbuatan tercela (qabih). Perbuatan tercela adalah apa saja yang dinyatakan tercela oleh syariat. Karena itu, suatu perbuatan tidak dinyatakan sebagai tindakan kriminal, kecuali jika dinyatakan oleh nas syariat sebagai perbuatan tercela. Ketika itu perbuatan tersebut dinyatakan sebagai kriminal. Tanpa melihat lagi derajat ketercelaannya. Dengan kata lain, tanpa memandang lagi apakah tindakan kriminal tersebut besar atau kecil. Syariat telah menjadikan perbuatan tercela sebagai dosa yang harus dikenai sanksi. Jadi, setiap dosa adalah tindakan kriminal itu sendiri.”

Inilah batasan tentang perbuatan kriminal (jariimah) dalam pandangan Islam. Standarnya adalah setiap perbuatan dosa, baik dosa besar (kabaa’ir) maupun kecil (shaghaa’ir). Karena itu setiap perbuatan dosa dalam pandangan Islam adalah perbuatan kriminal (jarimah) tanpa melihat besar dan kecilnya dosa yang dilakukan.

Dalam konteks tindakan kriminal, baik dosa besar maupun kecil, tetap dianggap tindakan kriminal. Bedanya, ada yang sanksinya telah ditetapkan oleh nas, baik dalam bentuk hudud maupun jinayah, maupun sanksinya tidak ditetapkan oleh nas, tetapi diserahkan kepada kadi, baik dalam bentuk takzir maupun mukhalafat.

Perlu dicatat, tindakan kriminal ini bukan fitrah manusia. Tindakan ini juga bukan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, tetapi bisa disebut sebagai penyakit yang menimpa manusia. Penyakit yang harus diselesaikan dan diobati. Karena itu, tindakan kriminal ini merupakan pelanggaran hukum syariat.

Adanya sistem sanksi dalam Islam fungsinya ada dua, sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir artinya sanksi dalam Islam itu mencegah terjadinya perbuatan jahat itu terulang kembali. Jawabir artinya sanksi dalam islam itu dapat menghapus dosa dan tidak dibalas kembali ketika di akhirat kelak. Jadi, adanya penerapan sistem sanksi dalam Islam pada hakikatnya untuk kemaslahatan bersama. Terlebih, ini merupakan tuntutan keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.

/ Negara dalam Islam Menjaga Masyarakat /

Untuk menjaga masyarakat,maka yang dibutuhkan bukan hanya individu yang sadar akan standar perbuatan, halal haram. Perlu juga masyarakat yang menegakkan aktivitas khas dalam Islam, yakni amar ma'ruf nahi munkar (dakwah).

Rasulullah bersabda :
"Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata; "Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami". Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya".

[HR. Bukhari]

Selain itu, yang tidak kalah utama adalah peran negara. Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa'in (pengurus) urusan umat dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan Islam. Mengurus ini bermakna mengatur segala aspek kehidupan dengan syariat. Sehingga, masyarakat bisa terjaga dari kejahatan. Karna semua aspek mulai dari politik, ekonomi, pendidikan,sosial hingga sanksi berdasarkan syariat Islam. Ini hanya bisa terwujud ketika Islam memiliki kekuasaan, sebagaimana masa Rasulullah dan Para Sahabat. Serta, patut diingat perkataan Imam Ghazali tentang Agama dan Kekuasaan.

“Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang”.

Semoga ini menguatkan kita untuk bersegera hidup dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah yang mengikuti metode kenabian. Wallahu a'lam bish shawab.
Bagikan:
KOMENTAR