Penulis: Samsinah, A.md.Keb (Muslimah Peduli Umat)
Seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) ditangkap karena menjual bayinya sendiri senilai Rp 20 juta melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Medan AKP Madya Yustadi mengatakan, kejadian ini berlangsung pada Selasa (6/8/2024). Awal mula terungkapnya kasus ini karena petugas mendapatkan informasi dari warga bahwa akan terjadi transaksi jual beli bayi di rumah sakit daerah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. (14/08/2024, Kompas.com)
Berdasarkan Informasi tersebut, petugas kemudian melakukan penyelidikan dan mendapati MT 55 tahun, warga Medan perjuangan, menggendong bayi menumpangi becak bermotor menuju Jalan Kuningan, Kecamatan Medanarea, Kota Medan. MT ini berangkat untuk menemui Yu 56 tahun dan NJ 40 tahun untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS 27 tahun, ibu kandung sibayi.
Motif SS menjual bayinya seharga Rp 20 juta karena kesulitan ekonomi dan MT diberi upah Rp 3 juta. Sementara si pembeli bayi ini karena memang belum memiliki anak. Keempat pelaku ditahan di Polrestabes Medan dan pelaku dijerat dengan UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.(16/08/2024, Metro.tempo.co)
Hal ini sungguh sangatlah miris, seorang Ibu yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat teraman sang anak justru tega menjual buah hatinya sendiri. Himpitan ekonomi rupanya mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan. Kasus ibu SS yang menjual buah hatinya sendiri hanya sebagian kecil kasus yang terjadi di tengah masyarakat.
Terlebih lagi apabila supporting system dari sekeliling dan orang terdekatnya dalam menjalankan peran sebagai orangtua dan sahabat juga tidak berjalan dengan baik, bisa karena sama-sama miskin ataupun karena individualistis. Sehingga hal inilah yang mendorong ke empat perempuan ini untuk melakukan tindakan yang diluar nalar yang mencerminkan matinya naluri keibuan dari perempuan tersebut.
Hidup dalam situasi ini tentulah bukanlah impian bagi setiap orang, fakta yang terjadi memang semata-mata bukan karena sudah ketentuan Allah, akan tetapi ada system kehidupan yang berjalan memang tidak baik-baik saja. System kehidupan yang memisahkan urusan agama dari kehidupan, system yang mengajarkan bahwa manusia bisa bebas berbuat apa saja , bisa memiliki apa saja dan system yang menempatkan akal sebagai pembuat aturan kehidupan.
Inilah sistem sekuler, sistem yang menempatkan materi menjadi tujuan utamanya. Sistem ini juga dikenal dengan sistem kapitalisme.
Hidup dalam sistem kapitalisme tidak memberikan manfaat bagi manusia, terlebih bagi kaum perempuan sebagai istri yang mengatur keuangan dalam rumah tangga. Dimana kebutuhan semakin hari semakin banyak dan serba mahal mengakibatkan banyak perempuan yang juga harus bekerja demi menopang ekonomi keluarga.
Hubungan penguasa dan rakyat tak ubah bak penjual dan pembeli. Kebijakan yang ada lebih untuk kepentingan para pemilik modal, sehingga kesejahteraan secara umum untuk rakyat tidak terwujud. Abainya negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat nya juga sangat berperan, termasuk dalam penyediaan lapangan kerja bagi para suami. Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan oleh kapitalisme hari ini. Hal ini nampak dari kasus serupa yang banyak terjadi.
Di sisi lain, kasus ini juga mencerminkan gagalnya sistem pendidikan membentuk pribadi yang bertaqwa. Karena pendidikan dalam kapitalisme tujuannya memang hanya sebatas transfer ilmu saja dan tidak untuk membentuk manusia yang bertaqwa, bahkan nampak semakin menjauhkan umat dari Islam. Alhasil generasi tidak mampu mengaitkan segala perbuatannya sesuai dengan syariat. Mereka hanya fokus menghasilkan materi sebanyak mungkin.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara berperan sebagai raa'in (pengurus). Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya". (HR. al-Bukhari)
Dengan demikian, negara wajib mewujudkan kesejahteraan umatnya. Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu mensejahterakan rakyatnya melalui berbagai mekanisme, termasuk dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami.
Selain itu didalam Islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam. Pendidikan dalam Islam diberikan secara gratis untuk semua masyarakat dan kurikulum yang ditetapkan wajib berlandaskan syariat Islam. Sehingga melahirkan generasi peradaban terbaik. Baik dalam orientasi dunia maupun akhirat.
Sebagaimana kejayaan Islam di masa lalu yang telah banyak menghasilkan ilmuwan-ilmuwan muslim serta ulama-ulama mujtahid yang keilmuannya dapat dirasakan hingga saat ini.
Ditambah juga dengan media yang berperan dalam mendukung terbentuknya keimanan individu. Dimana konten-konten yang ditayangkan adalah konten edukatif yang mencerdaskan umat sehingga menambah kekaguman terhadap Islam.
Penerapan Islam secara Kaffah akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga sebagai tempat utama yang paling ideal dalam mencetak generasi yang bertakwa dan mampu menjalankan fungsi dan perannya masing-masing sesuai dengan hukum syara’. Laki-laki sebagai suami dan ayah mampu menjalankan perannya dalam mendidik dan membimbing anak-anak dan istrinya sehingga taat pada syariat dan juga berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga. Sedangkan ibu berfungsi sebagai ummu warobbatul bait yang bertugas sebagai ibu dan pengurus rumah tangga yang menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya dimana yang diharapkan adalah terciptanya generasi Islami yang unggul.
Dengan penerapan Islam kaffah naluri keibuan tidak akan pernah mati karena sudah ada aturan yang mengaturnya sedemikian rupa sehingga fitrah sebagai ibu terjaga. Semua ini hanya akan tercapai bila negara menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bishshowaab.