Kontrasepsi Untuk Remaja, Pelegalan Seks Bebas oleh Negara


author photo

7 Agu 2024 - 13.39 WIB



Oleh Siti Subaidah
(Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) telah resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

Dalam Pasal 103 PP disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. 

Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (kesehatan sistem reproduksi) diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di satuan pendidikan serta kegiatan lain di luar sekolah. Sementara itu, pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. 

Hal ini menimbulkan kecaman dari sejumlah pihak salah satunya Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Menurutnya peraturan tersebut tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.

Seks Bebas Makin Subur

Secara kasat mata jelas peraturan ini akan menimbulkan problem baru. Memang benar, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayan kesehatan reproduksi terhadap masyarakat. Namun tentu harus tepat langkah dan jeli melihat akar permasalahan.

Dengan penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dan remaja artinya negara membuka lebar gaya hidup liberal (seks bebas) di kalangan remaja. Sekalipun aman dari sisi kesehatan namun akan menghantarkan generasi pada perilaku zina yang mutlak keharamannya. Alih-alih mengedukasi risiko perilaku seks bebas pada remaja, justru pemerintah malah menyediakan alatnya. Apalagi berbicara terkait amanat pendidikan nasional yang menjunjung budi pekerti luhur dan dilandasi norma agama. Ini jelas menyalahi bahkan mengkhianati cita-cita pendidikan. 

Kebijakan ini semakin meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Gaya hidup liberalisme yang diagung-agungkan justru semakin merusak tatanan hidup masyarakat. Norma dan aturan agama di tabrak demi kesenangan duniawi. Pemerintah tidak sedikit pun memikirkan dampak yang akan semakin meluas sebagai efek domino dari kebijakan ini. Meningkatnya penularan penyakit seksual, kehamilan di luar nikah hingga aborsi menjadi efek yang akan langsung dirasakan dan menjadi permasalahan baru ke depannya. Jika tidak cermat melangkah masa depan generasi akan menjadi taruhannya.

Seks bebas memang semakin subur dan membudaya. Hal ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang ada. Sebagaimana kita ketahui sistem pendidikan sudah tidak sejalan dengan visi misi awalnya. Sekolah, kurikulum dan sistem yang dibangun di dalamnya tidak mensupport generasi untuk tampil menjadi individu intelektual namun tetap  berkepribadian luhur nan bertakwa. Sistem pendidikan pun menganut paham sekuler ( memisahkan aturan agama dari kehidupan) sehingga hanya condong untuk memenuhi kepuasan jasmani tanpa batasan halal dan haram. Sehingga semakin jauhlah cita-cita untuk memiliki generasi penerus peradaban yang mampu memimpin dunia.

Menjaga Generasi dari Seks Bebas

Budaya seks bebas memang bukan hal baru bagi kita. Namun perilaku buruk tentu saja harus dicegah apalagi yang mengancam kehidupan masyarakat secara luas. Islam mengajarkan bahwasanya ketaatan pada hukum syara adalah yang utama. Dalam hal ini, segala sesuatu yang mendekati zina diharamkan termasuk memfasilitasi kemaksiatan tersebut. 

Islam bukanlah hanya sebagai sebuah agama namun sebagai pedoman hidup yang darinya lahir aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari ranah individu hingga bernegara. Oleh karenanya, terkait generasi, bentuk penjagaan syara adalah dengan membentuk sistem support baik itu sistem pergaulan, sistem pendidikan termasuk di dalamnya sistem sanksi. 

Sistem pergaulan dalam Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan hanya sampai pada batas-batas tertentu saja, seperti muamalah, pendidikan dan kesehatan. Hal ini akan meminimalisir terjadinya interaksi berlebihan yang mendatangkan pada kemaksiatan. Sedangkan dalam sistem pendidikan, Islam menjadikan visi misi pendidikan adalah melahirkan output bersyaksiyah Islamiyah (berkepribadian Islam) yakni individu yang tidak hanya cakap keilmuan duniawi namun dibarengi dengan akhlak yang luhur. Generasi inilah yang akan menjadi pemuda yang paham akan perannya sebagai pilar peradaban. Mereka memfokuskan kemampuan yang mereka miliki untuk kemajuan umat. 

Selain itu, sistem sanksi juga tak kalah penting. Sistem ini menjadi langkah kuratif untuk mencegah semakin maraknya kemaksiatan layaknya seks bebas. Langkah preventif dilakukan dengan edukasi kepada masyarakat dan  mengatur media agar menjadi sarana dakwah, bukan menjadi sarana penyebar kemaksiatan dan pemikiran liberal yang bertentangan dengan Islam.

Negara dengan landasan syariat tidak akan membuat kebijakan sembrono tanpa pertimbangan matang, layaknya kebijakan penyediaan kontrasepsi ini. Semua kebijakan diarahkan untuk keselamatan dan kemaslahatan umat.

Dalam hal membangun berbagai support sistem ini, tentu negara memiliki andil yang paling besar, bahkan utama.  Namun semuanya bermuara pada penegakan sistem dan aturan Islam secara keseluruhan. Jika ini terlaksana maka tidak hanya permasalahan seks bebas saja namun semua permasalahan kehidupan akan teratasi. Wallahu a’lam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR