Kasus Stunting Naik di Perkotaan, Kurang Kesadaran atau Kemiskinan?


author photo

27 Jul 2024 - 14.35 WIB


Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Kasus stunting biasanya identik dengan pedesaan dan pedalaman, ternyata terbantahkan dengan munculnya kasus stunting di Balikpapan yang notabene perkotaan. Berdasarkan data dari Kepala Dinas Kesehatan Balikpapan, Alwiati. Hal tersebut beliau ungkapkan saat menghadiri Jambore Kader Posyandu di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kalimantan Timur pada Minggu (14/7/2024), bahwa kasus stunting di Kota Balikpapan meningkat sebanyak 2 persen. 

Ia membeberkan, berdasarkan data penimbangan, terdapat 2500 anak di Balikpapan memiliki masalah gizi. Selain itu, terdapat pula lebih dari 680 ibu yang terserang anemia dan mengalami kekurangan energi kronis. Menurut beliau, naiknya angka stunting merupakan  rapot merah. Lanjutnya, stunting di perkotaan tidak selamanya identik dengan kemiskinan, tapi lebih kepada perilaku, sehingga itu yang menyebabkan terjadinya kasus stunting.

Perilaku yang beliau maksud dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk datang dan melakukan pengecekan ke posyandu. Remaja putri pun enggan meminum tablet tambah darah sehingga pingsan setiap haid, dan lain-lain. Pasalnya, para calon pengantin sebelumnya menjadi seorang ibu harus dipersiapkan untuk menjaga dan memperhatikan gizinya. Terlebih penanganan kasus stunting harus dilakukan mulai dari 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). 

Namun, benarkah asumsi beliau itu bahwa stunting di perkotaan itu karena faktor perilaku masyarakat? Yakni kurangnya kesadaran masyarakat memeriksakan diri dan memperhatikan gizinya semata, bukan karena faktor kemiskinan.

Kurang Kesadaran atau Kemiskinan?

Bicara kasus stunting setidaknya terdapat empat faktor penyebab stunting selain gizi buruk. Pertama, praktik pengasuhan yang kurang tepat. Kedua, terbatasnya layanan kesehatan selama masa kehamilan ibu. Ketiga, kurangnya kemampuan keluarga untuk mengakses makanan bergizi. Keempat, terbatasnya akses ke air bersih dan sanitasi di masyarakat. 

Oleh karena itu, sebelum bicara penurunan stunting, kita harus mencermati akar munculnya karena  gizi buruk, sanitasi buruk, infrastruktur kesehatan yang kurang memadai, pendidikan atau literasi rendah dan lain sebagainya. Jika salah dalam memahami akar masalah akhirnya tersibukkan pada perkara cabang atau teknis semata dan tidak pernah tuntas. Kemiskinan kini tidak hanya di pedesaan namun juga ada di perkotaan.

Meskipun antara kemiskinan dan stunting tidak selalu berkorelasi, namun kondisi ekonomi keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan memang lebih rentan dan berisiko mengalami stunting. Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan pemenuhan gizi dan nutrisi seimbang bagi ibu dan bayi dengan harga yang  terjangkau, akses dan layanan kesehatan, serta sanitasi yang layak dan air bersih.

Ditambah peran negara yang berjalan lambat dan kurang serius, apalagi jika program pencegahan stunting dibumbui dengan penyalahgunaan anggaran. Terlebih, pemberian makanan tambahan (PMT) yang mestinya mengandung sumber protein penting bagi pertumbuhan badan, hanya berupa pemberian biskuit dalam kegiatan posyandu. Meskipun pemberian vitamin pada anak dan pil penambah darah sudah rutin dilakukan tapi persoalan mendasar yakni sulit akses makanan bergizi.

Menyelesaikan stunting haruslah dilakukan secara fundamental dan menyeluruh. Stunting tidak akan selesai tuntas dengan menyolusi masalah-masalah cabangnya saja, semisal pemberian tambahan makanan, susu gratis, atau makan siang gratis. Stunting terjadi karena ada masalah utama yang mendasarinya yakni kemiskinan, sehingga harus ditangani dengan tepat dan benar. Bukan hanya perkara perilaku masyarakat yang kurangnya kesadaran memeriksakan diri ke layanan kesehatan. 

Solusi Fundamental Tuntaskan Stunting 

Pertama, negara wajib menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai bagi seluruh warga. Tidak boleh ada pembatasan akses layanan kesehatan bagi siapa pun. Baik orang kaya ataupun miskin berhak terjamin akan kesehatannya, terutama ibu hamil dan balita. Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), akses dan layanan kesehatan diberikan secara gratis, baik dalam rangka pemeriksaan, rawat jalan, perawatan intensif, pemberian nutrisi tambahan ataupun vaksinasi.

Kedua, negara juga harus menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Setiap kepala keluarga diberikan kemudahan mencari nafkah dengan kebijakan negara yang membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sehingga para ayah tidak perlu cemas dalam mencukupi kebutuhan pokok keluarganya. Ibu pun bisa fokus mengurus anak agar terhindar dari stunting dan tidak perlu mencari tambahan penghasilan.

Tercukupinya nafkah memungkinkan bagi keluarga mendapat asupan gizi dan nutrisi yang cukup, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Mereka juga tidak akan kesulitan mengakses makanan bergizi yang harganya mahal, seperti sayuran dan buah-buahan. Bahkan, negara bisa menetapkan kebijakan harga pangan yang terjangkau.

Ketiga, negara memberikan edukasi pada masyarakat dengan gratis. Edukasi dengan berbagai cara dan sarana demi mencerdaskan masyarakat sehingga memiliki kepekaan literasi. Pasalnya, peningkatan kualitas SDM melalui layanan pendidikan untuk seluruh lapisan masyarakat sangat penting bagi keberlangsungan dan masa depan sebuah bangsa.

Keempat, negara melakukan pengawasan dan pengontrolan secara berkala agar kebijakan negara seperti layanan kesehatan, akses pekerjaan, stabilitas harga pangan, hingga sistem pendidikan, serta penggunaan anggaran dapat berjalan secara amanah. Pemerataan kesejahteraan ekonomi terjadi baik di desa dan perkotaan karena support sistem negara.

Sejatinya, masalah stunting bukan hanya menjadi beban keluarga semata, melainkan merupakan tanggung jawab negara sebagai pelayan rakyat. Seorang pemimpin yang bertanggung jawab menjamin dan memenuhi kebutuhan mereka secara optimal. Stunting merupakan masalah sistemis yang multidimensi sehingga dibutuhkan solusi sistemik dan holistik. 

Semua hal tersebut bisa terwujud hanya dengan paradigma kepemimpinan dan sistem yang mengikuti aturan Maha Pencipta, yaitu Islam kaffah. Jika masih menggunakan paradigma kapitalisme, pencegahan stunting tidak akan bisa berjalan efektif. Sebab,fungsi negara dalam kacamata kapitalisme hanyalah sebagai regulator dan fasilitator bukan melakukan  pelayanan pada masyarakat. Wallahu A'lam.
Bagikan:
KOMENTAR