Oleh: Siti Subaidah
Awal tahun 2024, Indonesia dibayangi oleh masifnya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh sejumlah perusahaan, utamanya industri manufaktur. Dikabarkan PT. Hung-A Indonesia akan melakukan PHK atas ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024. Pabrik ban asal Korea Selatan (Korsel) itu tengah berencana segera hengkang dari Indonesia dan Vietnam akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya. Ketidakjelasan persetujuan impor ditengarai menjadi faktor penyebab perusahaan tersebut hengkang dari Indonesia.
Sebelumnya di tahun 2023, menurut data angka PHK di Indonesia sekitar 7.200-an pekerja dari 36 perusahaan, baik karena tutup total, tutup atau relokasi, maupun efisiensi biaya. Data itu baru mencakup perusahaan tempat anggota KSPN bekerja, belum menghitung pabrik lain non-anggota gabungan serikat pekerja tersebut.
Tauhid Ahmad Direktur Eksekutif INDEF mengatakan pemerintah relatif lamban merespon gejala penurunan industri manufaktur. Sehingga jika tidak ditangani segera, badai PHK masih akan berlanjut dan berpengaruh pada kestabilan ekonomi. Sejumlah pihak berharap pemerintah hadir untuk mengatasi masalah tersebut sebelum semakin banyak masyarakat yang menjadi korban PHK.
Mencari Biang Keroknya
Kebijakan politik dan ekonomi suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh sistem kehidupan bernegara yang dianut. Begitu pula di Indonesia. Sistem yang berdiri saat ini yaitu sistem kapitalisme demokrasi. Sebagai sebuah asas, sistem kapitalisme ini hanya memprioritaskan skala untung rugi sehingga para perusahaan nihil memperhatikan nasib para pekerja dan cenderung hanya menyelamatkan perusahaannya saja sehingga badai PHK menjadi tak terelakkan.
Di satu sisi, negara pun tak ada upaya untuk mengambil tindakan cepat dan memberikan jaminan terhadap kebutuhan masyarakat. Jika pun ada bantuan sosial, nyatanya hanya sedikit yang mendapatkan. Itu pun dengan jumlah yang tidak memadai. Bahkan mirisnya, saat ini bantuan sosial tersebut menjadi alat politik, bukan dalam rangka pengurusan negara terhadap rakyatnya. Naudzubillah
Selain itu, jaminan terhadap pekerja dalam bentuk hukum pun semakin melemah. Terbaru dalam UU Cipta Kerja terdapat penghilangan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak yang semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana dalam peraturan sebelumnya di sebutkan bahwa PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Dengan dihapusnya peraturan tersebut seolah memberi jalan bagi para pengusaha untuk semakin leluasa menetapkan status pekerja kontrak tanpa batas. Dengan begitu tidak ada beban bagi para pengusaha untuk memberhentikan pekerja kapan saja mereka mau.
Selain sistem ekonomi kapitalisme yang begitu dzolim nyatanya sistem politik demokrasi pun ikut menjadi buang kerok dalam permasalahan ini. Pasalnya sistem ini menjadikan kedaulatan berada ditangan manusia. Manusia dibiarkan membuat aturan sekehendaknya, menurut hawa nafsu dan tak lepas dari berbagai kepentingan. Sehingga aturan yang dibuat hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Jika melihat UU Cipta kerja, maka tentu kita sudah paham siapa yang dimaksud.
Derita para pekerja tak berhenti sampai disitu. Sudahlah tidak ada kepastian tentang nasib mereka, kini di lapangan pun harus berebut pekerjaan dengan tenaga kerja asing. Dimana negara saat ini justru banyak memberikan kesempatan terbuka bagi TKA. Parahnya mereka menempati level tenaga ahli hingga buruh. Selain itu, negara pun memberikan kemudahan dalam pengurusan visa bekerja bagi orang asing. Alhasil semakin banjirlah TKA dan semakin sempitlah lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja lokal.
Syara Menjamin Keadilan dan Kesejahteraan Umat
Islam memiliki perangkat aturan yang lengkap yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan manusia termasuk ekonomi dan politik. Negara yang menganut sistem Islam menjadikan periayahan ( pengurusan) terhadap umat sebagai tugas utamanya. Ekonomi rakyat adalah hal yang wajib dijamin pemenuhannya oleh negara. Meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hal ini bukan hanya dijamin ketika masyarakat mengalami PHK namun merupakan penjaminan seumur hidup tanpa batas.
Oleh karenanya pemenuhan jaminan tersebut akan berkorelasi dengan kebijakan atau regulasi di bidang politik dan ekonomi yang di keluarkan oleh khalifah. Artinya kebijakan yang dihasilkan akan berpihak pada kepentingan umat bukan kepentingan pihak-pihak tertentu layaknya sekarang sehingga tidak ada kedzoliman yang terjadi pada umat.
Negara Islam tidak akan membiarkan umat kesulitan memperoleh pekerjaan justru lapangan pekerjaan akan dibuka seluas-luasnya. Di tengah fakta saat ini semakin massifnya TKA (Tenaga Kerja Asing) membanjiri lapangan pekerjaan di Indonesia. Maka dalam aturan Islam tidak akan di biarkan demikian. Tenaga kerja asing hanya menempati posisi tenaga ahli. Itu pun mereka diperkerjakan dalam rangka mengajarkan keahlian mereka. Kebijakan ini murni untuk meningkatkan kualitas SDM dalam negeri. Sehingga tenaga kerja dalam negeri akan maksimal tersedot untuk memenuhi lapangan kerja yang ada.
Inilah aturan sempurna dari Islam. Sistem ekonomi dan politik dalam Islam bersinergi mewujudkan kepemimpinan politik yang mampu mensejahterakan ekonomi umat. Sejatinya hanya Islam sebaik-baik sistem yang memberikan keadilan dan memperhatikan kesejahteraan umat. Wallahu a’lam bishawab