GAS MELON KEMBALI LANGKA, SAMPAI KAPANKAH?


author photo

13 Jan 2024 - 12.35 WIB



Oleh : Nita Sadina

Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah yang dirasakan oleh masyarakat hari ini. Di tengah tahun yang telah bergulir namun kesulitan dalam memenuhi bahan pokok yang serba mahal belumlah kunjung usai, masyarakat di susahkan lagi dengan kelangkaan dan mahalnya gas melon.

Memasuki awal tahun 2024 warga Kalimantan kembali dihebohkan dengan kesulitan dalam mendapatkan Liquefied Petroleum Gas atau LPG 3 kg.  Liquefied Petroleum Gas atau LPG 3 kg dikabarkan langka serta mahal dari segi harga pada beberapa daerah seperti Penajam Paser Utara, Berau, Balikpapan dan Samarinda.

Tentunya teriakan keluhan ini bukanlah hal baru di tengah-tengah masyarakat kelangkaan gas melon seringkali menjadi hal yang dikeluhkan oleh masyarakat. Di Penajam pada kawasan RT 2, RT 12 dan RT 22 Kelurahan Petung, para warga disuguhkan dengan harga gas melon yang relatif mahal yaitu berkisar pada harga 50 ribu. Tidak hanya sampai disitu kelangkaan yang menjangkit pun mengharuskan mereka untuk menempuh jarak sekitar 18 kilometer untuk bisa mendapatkan gas melon dengan harga yang relatif mahal tersebut. (kaltimpost.jawapos.com/kaltim/04/01/2024)

Dikutip dari berau.prokal.co/3/1/24 dalam merespon hal ini Wakil Ketua Komisi II, Wendie Lie Jaya menyampaikan bahwa kondisi ini disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyelewengan atau melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut.

Gas Melon langka, hanya karena oknum saja?

Polemik langka dan mahalnya gas melon terus diperdebatkan oleh publik. Dalam beberapa media diketahui bahwa kelangkaan dan mahalnya gas melon tidaklah hanya terjadi pada satu daerah saja namun terjadi pada beberapa daerah seperti Berau, Penajam, dan beberapa daerah Kaltim lainnya. Penimbunan oleh oknum nakal serta keterlambatan pengantaran distribusi menjadi alasan kelangkaan gas melon ini.

Sementara itu, jika kita telisik serta kritisi lebih tajam lagi problematika langka dan mahalnya gas melon ini. Dikarenakan regulasi pemerintah yang semakin memadatkan regulasi serta pengurangan kuota gas melon. Dikutip dari kaltim.tribunnews.com/2023/12/26 Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah mengatur larangan pembelian elpiji subsidi 3 kg untuk sejumlah masyarakat, khususnya pengusaha serta mulai Januari 2024 masyarakat yang akan mendaftar sebagai penerima subsidi tepat elpiji 3 kg wajib membawa KTP dan Kartu Keluarga (KK) ke pangkalan resmi. Sub-penyalur atau pangkalan resmi akan mendaftarkan data identitas masyarakat yang tercantum pada nomor KTP dan KK ke Merchant Apps MyPertamina sebagai kelompok penerima bantuan subsidi tepat elpiji 3 kg.

Gas merupakan salah satu hajat hidup primer bagi masyarakat yang sudah seharusnya wajib disediakan oleh negara tanpa terkecuali. Berbagai macam kebijakan/regulasi yang dikeluarkan oleh penguasa seolah tidak mampu menyelesaikan polemik langka dan mahalnya gas melon ini. Bahkan terlihat banyak sekali peluang-peluang terjadinya kecurangan di tengah masyarakat dikarenakan hal tersebut. Tata kelola hukum beserta sanksi-sanksi yang dapat “dipermainkan” menjadi dalih bagi sebagian orang di tengah masyarakat untuk terus melakukan kecurangan demi kecurangan. 

Padahal jika kita pikirkan bersama, Kalimantan Timur merupakan salah satu dari bagian Indonesia yang memiliki SDA gas minyak bumi dan batubara yang cukup besar. Ketimpangan antara penyediaan SDA dan keberlimpahan SDA yang dimiliki oleh Indonesia menunjukkan minimnya peran negara dalam menjamin kebutuhan asasi rakyat bahkan dari segi kebutuhan primer. Hal ini disebabkan sistem kapitalisme yang diadopsi dan menjamur di tengah negeri ini. Sistem yang berasaskan sekuler kapitalistik ini menihilkan adanya kesejahteraan rakyat dan membebaskan segala hal berlaku dengan berbagai macam cara pengaplikasian.

Dengan Islam, Rakyat Sejahtera

Allah Ta'ala telah menyediakan bumi dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya agar dapat dikelola dan dimanfaatkan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup secara bersama. Gas merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. 
Dalam Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Pemenuhan gas dalam Islam merupakan kewajiban negara yang harus di penuhi dan negara wajib mencegah terjadinya kelangkaan gas tersebut di tengah-tengah masyarakat. Sebagai rakyat yang cinta dengan tanah airnya, sudah menjadi kewajiban kita untuk menunjukkan kebenaran pengurusan umat. Dalam hadis diriwayatkan,
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis di atas menunjukkan bahwa SDA (rumput, air, dan api) adalah harta milik umum. Haram diprivatisasi, apalagi membiarkan asing mengelolanya. Negara wajib mengelola sendiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Baik diserahkan berupa barang olahan ataupun berupa fasilitas lainnya.

Seperti pemenuhan gas : rakyat membutuhkan gas untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti  memasak dan negara wajib menyediakan gas olahan (LPG) secara gratis atau murah dan mudah serta tidak diperlukan administrasi yang rumit untuk mendapatkannya karena hal  itu merupakan hak semua warga negara, tanpa terkecuali.

Namun, hal yang demikian itu hanya bisa dirasakam ketika Islam diterapkam dalam kehidupan secara menyeluruh. Selama kapitalisme berkuasa, prinsip kontrol nasional diatas tidak akan berjalan. Hal ini karena dalam kapitalisme, yang menjadi subjek adalah pemilik modal. Berbeda dengan Islam, rakyatlah yang memjadi prioritas. Dengan aturan yang berasal dari sang pencipta, tentu akan membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.  Wallahualam bishawab.
Bagikan:
KOMENTAR